ACEH – Beberapa waktu lalu peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, meminta Alexander Marwata selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membaca Undang-Undang Tipikor secara utuh.
Hal tersebut menyusul pernyataan Alexander Marwata yang menyebut kepala desa yang melakukan tindak korupsi dalam jumlah kecil tidak perlu dipenjara. Alexander menyampaikan hal tersebut saat menghadiri acara Peluncuran Desa Antikorupsi di Kampung Matraman Panggungharjo, Bantul, DIY pada Rabu, 1 November.
BACA JUGA:
"Komisioner KPK tersebut harus benar-benar serius ketika membaca UU Tipikor," kata Kurnia, Jumat, 3 Desember, seperti dikutip VOI.
Alexander Marwata Disebut Tidak Paham Perundangan
Menurut Kurnia, pernyataan Alexander mengesankan dia tidak paham dengan perundangan yang berlaku. Dalam Pasal 4 UU Tipikor disebutkan, pengembalian kerugian negara tidak bisa menghapus tindak pidana seseorang.
Selain itu, lanjut Kurnia, praktik korupsi tidak bisa dinilai besar atau kecil berdasarkan jumlah uang yang dicuri. Ia menilai, meski nominalnya kecil, tindak korupsi bisa berdampak pada hajat hidup orang banyak.
"Jadi pendapat Marwata itu terlihat menyederhanakan permasalahan korupsi," tegasnya.
Lebih lanjut, Kurnia menilai Alexander bisa saja ingin ingin menerapkan restorative justice. Hanya saja, Kurnia menganggap langkah tersebut kurang tepat dilakukan terhadap kejahatan kompleks seperti korupsi.
"Terlebih lagi korupsi sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime," ungkap Kurnia.
Pernyataan Alexander Marwata Berbahaya
Dia meminta Alexander berhati-hati saat menyampaikan pernyataan di muka umum sebab bisa berdampak serius. Salah satu yang dikhawatirkan, bukan tidak mungkin nantinya kepala desa yang korup makin semangat melakukan praktik busuk tersebut karena bisa terbebas dari jerat hukum seperti yang disampaikan oleh Alexander Marwata.
Selain itu, Kurnia bilang, Alexander harusnya sadar jika anggaran dana desa adalah salah satu sektor yang paling banyak terindikasi dikorupsi pada semester pertama 2021. Berdasarkan catatan ICW, setidaknya ada 55 kasus dengan total kerugian negara mencapai Rp35,7 miliar.
"Tidak hanya itu, kepala desa juga menempati peringkat ke tiga dari sisi latar belakang pelaku dengan jumlah 61 orang. Maka dari itu, korupsi yang dilakukan oleh kepala desa tidak bisa dianggap remeh seperti yang diutarakan oleh Komisioner KPK." ujarnya.
Sebelumnya, Alexander Marwata mengatakan bahwa kepala desa tak perlu dipenjara jika kedapatan korupsi dalam jumlah kecil. Dia bilang, mereka cukup mengembalikan uang yang diambilnya dan dipecat.
"Saya rasa yang perlu dipikirkan ke depan, termasuk dalam melakukan penindakan kepala desa, jadi kalau ada kades terbukti ambil duit, tapi nilainya tidak seberapa, kalau diproses ke pengadilan biaya lebih besar, akhirnya nggak efektif dan nggak efisien," kata Alexander saat itu.
Menurut dia, pemidanaan atau memenjarakan kepala desa yang terlibat korupsi melalui proses pengadilan yang panjang akan membutuhkan uang negara yang besar, bahkan lebih banyak dibanding apa yang negara peroleh dari pengungkapan kasus penyimpangan keuangan itu.
"Ya sudah, suruh (kades) kembalikan saja, kalau ada ketentuannya pecat kadesnya, selesai persoalan. Kalau tidak ada ketentuan, ya bagaimana dibuat aturan, mungkin dengan musyawarah desa (musdes) bersama masyarakat, kan mereka yang milih," katanya.
Artikel ini telah tayan dengan judul Alexander Marwata Diminta ICW Baca UU Tipikor Usai Sebut Kades Korupsi Kecil Tak Perlu Dipenjara.
Selain Alexander Marwata terkait korupsi, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Aceh.