ACEH - Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, memiliki rencana untuk mencabut aturan domestic market obligation (DMO) pada minyak goreng dan turunannya. Hal tersebut dilakukan agar ekspor minyak goreng bisa berjalan lancar. Meski demikian, ada syarat yang mesti dipenuhi pengusaha agar rencana tersebut bisa direalisasikan.
Staf Khusus Menteri Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan bahwa Menteri Perdagangan meminta agar para pelaku usaha minyak goreng terlebih dahulu memenuhi komitmen yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BACA JUGA:
Minyak Goreng untuk Kepentingan Rakyat
Pada 3 Januari 2022, Jokowi menekankan harus memprioritaskan kepentingan rakyat dengan menyediakan minyak goreng harga terjangkau. Oke mengatakan, yang perlu digarisbawahi adalah kepentingan rakyat harus didahulukan.
"Pak Menteri berangan-angan untuk cabut DMO tapi ada komitmen dari pelaku usaha. Nah komitmen itu yang ditunggu Pak Menteri untuk pastikan pasokan dalam negeri ada dulu, skemanya itu," terang Oke di Jakarta, Senin, 25 Juli, dikutip VOI.
Dia menekankan, pencabutan aturan DMO baru akan dilakukan jika telah ada kepastian dari pengusaha minyak goreng untuk berkomitmen memenuhi pasokan di dalam negeri.
"Jadi kapan? setelah kepastian dan komitmen dari pelaku industri memastikan arahan presiden yaitu prioritaskan rakyat harga minyak goreng terjangkau, maka kalau itu sudah terwujud, maka tidak ada lagi DMO," jelasnya.
Rencana Pencabutan Kebijakan DMO dan DPO
Sebelumnya, Zulkifli Hasan berencana untuk mencabut kebijakan DMO dan domestik price obligation (DPO). Tujuannya adalah agar ekspor produk sawit dan turunannya bisa lebih cepat.
Meksi begitu, Zulhas sapaan akrab Zulkifli Hasan menekankan dirinya akan memastikan terlebih dahulu kepada para pengusaha dan menerima jaminan bahwa para pengusaha konsisten memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebelum kebijakan tersebut benar-benar dicabut.
"Saya lagi pertimbangkan, kalau teman-teman pengusaha sudah komit untuk memenuhi DMO dan DPO dipenuhi dalam negeri, mungkin saya pertimbangkan DMO ndak perlu lagi agar ekspor bisa cepat," katanya di Pasar Cibinong, Bogor Jawa Barat, Jumat, 22 Juli.
Zulhas mengatakan, dengan lancarnya ekspor, maka produsen akan membutuhkan tandan buah segar (TBS) untuk memproduksi crude palm oil (CPO).
Saat ini, TBS sawit petani belum banyak terserap lantaran tangki-tangki perusahaan masih penuh.
Zulhas meyakini dengan peningkatan permintaan nantinya akan menggerek harga TBS sawit. Seperti diketahui, saat ini harga TBS sawit masih di level sekitar Rp1.000 per kilogram (kg).
"Tugas saya sekarang, diperintah Bapak Presiden (Jokowi) agar kita bekerja keras segala upaya, naikkan harga tandan buah segar di atas Rp2.000," tuturnya.