Pendapat Kabareskrim Polri Soal Kebijakan Harga Minyak Goreng
Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto, di Bali (Dafi/VOI)

Bagikan:

Aceh - Beberapa waktu lalu Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto, memberikan penjelasan mengenai kebijakan satu harga minyak goreng. Kebijakan tersebut diatur dalam domestic market obligation (DMO) atau regulasi yang disebut MPO DPO.

"Kebijakan pemerintah sudah jelas, satu harga dan bahkan di harga eceran juga beda. Mudah-mudahan, dengan DMO dan MPO yang dikeluarkan kebijakan pemerintah Kementerian Perdagangan ini bisa menjamin ketersediaan kebutuhan minyak goreng kepada masyarakat," terang Agus di Denpasar, Bali, Rabu, 2 Februari, dikutip VOI.

Harga Minyak Goreng Lebih Tinggi

Mengenai masih adanya minyak goreng yang harganya melebihi harga ketetapan pemerintah, Agus menilai hal tersebut mungkin akibat pedagang membeli minyak goreng dengan harga lama, sebelum kebijakan satu harga minyak goreng.

"Karena sebelumnya sudah ambil dulu mungkin, harganya lebih tinggi jikalau menjual lebih murah akan rugi. Tapi kebijakan pemerintah sudah ditetapkan dan sekarang ada kebijakan DMO dan MPO mudah-mudahan ini akan menjamin kebutuhan masyarakat akan minyak," jelasnya.

"Jadi kalau sebelumnya tidak ada (kebijakan) itu. Untuk, CPO minyak sawit tidak ada kewajiban untuk memasarkan dalam negeri ini, (dan sekarang) 20 persen kalau tidak salah," ujarnya. 

Sebelumnya, pemerintah telah menjamin ketersedian stok bahan baku minyak goreng di dalam negeri sehingga harga minyak goreng terjangkau masyarakat luas dengan memakai kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Kebijakan DMO dan DPO yang diterapkan dipastikan tak boleh boleh merugikan petani kelapa sawit.

"Harga Rp 9.300/Kg adalah harga jual CPO untuk 20 persen kewajiban pasok ke dalam negeri dalam rangka penerapan DMO. Kebijakan DMO dan DPO tersebut disalahartikan oleh beberapa pelaku usaha sawit yang seharusnya membeli CPO melalui mekanisme lelang yang dikelola KPBN dengan harga lelang. Namun mereka melakukan penawaran dengan harga DPO. Hal tersebut telah membuat resah petani sawit. Seharusnya pembentukan harga tetap mengikuti mekanisme lelang di KPBN tanpa melakukan penawaran harga sebagaimana harga DPO," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Jakarta, Senin, 31 Januari.