ACEH - Jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menuntut terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati atas nama Herry Wirawan (36) hukuman mati. Menurut Kepala Kejati Jawa Barat, Asep N. Mulyana, tuntutan tersebut diberikan karena aksi bejat yang telah menyebabkan para korban hamil itu dinilai sebagai kejahatan yang sangat serius.
"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti, sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku," kata Asep di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, diutip VOI dari Antara, Selasa, 11 Januari.
BACA JUGA:
-
| BERITA
VIDEO: Herry Wirawan Terdakwa Pemerkosaan 13 Santri di Bandung Terhindar Hukuman Mati
15 Februari 2022, 15:50 -
| BERITA
Palu Diketok, Terdakwa Pemerkosaan 13 Santri Tak Menerima Hukuman Kebiri
15 Februari 2022, 17:29
Tuntutan Lain kepada Pelaku Pemerkosaan 13 Santriwati
Asep juga mengatakan bahwa pihaknya memberikan beberapa penambahan tuntutan hukuman lain kepada terdakwa. Herry dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta dan membayar restitusi kepada para korban sebesar Rp331 juta.
"Kami juga meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas, identitas terdakwa disebarkan, dan penuntutan tambahan berupa kebiri kimia," kata Asep.
Menurutnya pertimbangan hukuman mati itu diberikan karena kejahatan Herry dilakukan kepada anak asuhnya yang merupakan santriwati ketika dirinya memiliki kedudukan atau kuasa sebagai pemilik pondok pesantren.
"Perbuatan terdakwa itu bukan saja berpengaruh kepada kehormatan fisik, tapi berpengaruh ke psikologis dan emosional para santri keseluruhan," tuturnya.
Dan yang menurutnya paling berat, yakni Herry menggunakan simbol-simbol agama dan pendidikan untuk melancarkan aksinya tersebut.
"Presiden pun sudah menaruh perhatian terhadap kejahatan terdakwa," ujar dia.
Herry dituntut bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.