Ketua PP Muhammadiyah Sebut UU Cipta Kerja Jauh dari UUD 1945
Aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja di Jakarta Pusat, Selasa, 20 Oktober 2020 (Sadam VOI)

Bagikan:

ACEH – UU Cipta Kerja tak hanya disebut inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi juga disebut lebih buruk. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas.

"UU yang sudah ada itu sebagian besarnya sebenarnya sudah bagus, tapi setelah direvisi hasil revisiannya malah semakin buruk karena semakin jauh dari isi dan makna serta maksud dari UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara kita," terang Anwar di Jakarta, Senin, 6 Desember, seperti dikutip VOI

UU Cipta Kerja untuk Bangsa atau Asing?

Anwar menjelaskan, dalam pasal 33 UUD 1945 ayat 2 dikatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. 

Oleh sebab itu, lanjutnya, jika ada investor asing yang ingin berinvestasi di Tanah Air, terutama terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA), negara harus bisa mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya.

"Jadi, jangan sampai yang terjadi sebaliknya. Oleh karena itu, dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut kita wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia di semua bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia," tegas Anwar.

Dia mengatakan, jika pengusaha ingin mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA), mereka harus tahu ada jabatan-jabatan yang tidak boleh diisi oleh TKA. Beberapa jabatan tersebut, antara lain direktur personalia (personnel director), manajer hubungan industrial (industrial relation manager), manajer personalia (human resource manager), dan sebagainya.

"Namun, apa yang terjadi, dengan adanya UU Ciptaker ini, terutama menyangkut masalah ketenagaan kerjaan? Pihak investor bisa mempekerjakan TKA dengan lebih leluasa," tegasnya.

Akibat hal tersebut, tambah Anwar, para investor luar negeri bisa mengangkut tenaga kerja yang mereka butuhkan dari negaranya sendiri. Ia menilai, pihak perusahaan cukup membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan melaporkan rencananya tersebut ke pemerintah. 

Dengan demikian, lanjut Ketua Muhammadiyah, masyarakat di sekitar lokasi tambang berteriak dan marah sebab bumi dan daerah mereka dikuras oleh pihak terntentu. Namun, mereka tidak bisa bekerja di perusahaan tersebut karena hampir semua posisi telah diisi TKA. 

"Masyarakat di sekitar tambang hanya dapat kecipratan debu-debunya saja. Oleh karena itu, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini tentu sangat patut kita apresiasi dan kita sambut gembira walau terus terang sudah sangat terlambat karena pesta sudah berjalan dan menghentikannya saya rasa sudah sulit," katanya.

Revisi UU Cipta Kerja

Dia menambahkan, biasanya ketentuan yang baru tersebut tidak berlaku surut sehingga hanya mungkin bisa diberlakukan untuk para investor yang akan datang. Hal tersebut patut disambut baik lantaran MK sudah memerintahkan DPR dan presiden memperbaiki UU Ciptaker dalam jangka 2 tahun dan tidak boleh membuat peraturan turunannya.

"Bila DPR-Presiden tidak berhasil melakukannya, maka UU yang direvisi atau UU yang sudah ada sebelumnya secara hukum, otomatis dianggap berlaku kembali sehingga ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU Ciptaker sekarang ini sudah jelas tidak berlaku lagi," jelasnya.

"Keputusan MK ini patut kita hargai karena isinya memberikan titik terang dan harapan baru yang lebih baik dan lebih cerah bagi kehidupan dan kesejahteraan bangsa ke depannya," tandas Anwar.

Artikel ini telah tayang dengan judul Ketua PP Muhammadiyah: UU Cipta Kerja, Isi dan Maknanya Jauh dari UUD 1945.

Selain UU Cipta Kerja, ikuti berita serta info menarik dari dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Aceh.