ACEH – Menurut Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat peralihan status pegawai merupakan bentuk pelemahan kerja pemberantasan korupsi.
Menurutnya, tes tersebut berpotensi menyingkirkan pegawai yang sedang mengusut kasus besar dan berintegritas.
BACA JUGA:
"Tes ini dapat berfungsi untuk menjadi filter untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas, profesional, serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK," ungkap Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 6 Mei.
Dia menegaskan, sejak awal sikap WP KPK terhadap asesmen ini jelas dengan mengirimkan surat bernomor 841/WP/A/3/2021 pada 4 Maret.
Pengalihan Status Pegawai KPK Tak Boleh Merugikan Pegawai
Mereka menilai, TWK ini berpotensi jadi sarana untuk menyingkirkan pegawai yang menangani kasus atau menempati posisi strategis.
Selain itu, tes yang jadi ukuran baru untuk lulus dan tidak lulus ini dinilai melanggar Pasal 28D (2) UUD 1945 mengenai jaminan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
"Bahkan (melanggar, red) UU KPK itu sendiri. Karena UU KPK maupun PP 14 Tahun 2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK," jelasnya.
TWK, lanjut Yudi, baru muncul dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan.
"Hal ini menimbulkan pertanyaan, siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban," ungkapnya.
Lebih lanjut, tes ini juga tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tak jelas konsekuensinya.
Tak hanya itu, Yudi mengatakan hal ini juga bertentangan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada Selasa, 4 Mei.
Dalam putusan tersebut, ditegaskan pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai untuk diangkat menjadi ASN.
"Berkaitan dengan hal tersebut sudah seharusnya pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak pegawai KPK," terangnya.
Yudi mengingatkan, pemberantasan korupsi tak bisa dipisahkan dari konteks institusi dan aparatur berintegritas dalam pemenuhannya.
"Segala upaya yang berpotensi menghambat pemberantasan korupsi harus ditolak," tegasnya.
Setelah berpolemik, KPK akhirnya mengumumkan bahwa ada 75 pegawainya yang tak lolos asesmen TWK.
Pengumuman tersebut disampaikan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri, didampingi Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron; Dewan Pengawas KPK, Indriyanto Seno Adji; dan Sekretaris Jenderal KPK, Cahya H. Harefa.
"Pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang," ungkap Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Mei.
Hanya saja, ia tidak mengungkap siapa saja pegawai yang tidak lolos seleksi. Alasannya, KPK menjunjung tinggi penegakan hak asasi manusia dan tak mau hal tersebut berdampak pada keluarga dan lingkungan sekitar mereka.
Artikel ini telah tayang di VOI.id dengan judul Tes Wawasan Kebangsaan Dianggap Wadah Pegawai KPK Lemahkan Pemberantasan Korupsi. Waktunya Merevolusi Pemberitaan!