Cacar Monyet Berpotensi Jadi Wabah Dunia, IDI Imbau Para Dokter untuk Waspada
Kasus cacar monyet atau monkeypox. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

ACEH - Beberapa waktu lalu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta semua dokter waspada terhadap gejala cacar monyet atau monkeypox pada pasien ihwal situasi kasus yang berpotensi menjadi wabah di dunia. Hal tersebut disampaikan oleh Adityo Susilo dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).

"Penyakit cacar monyet bersifat zoonosis yang penularan utamanya melalui kontak manusia dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada mukosa maupun kulit hewan yang terinfeksi," terang Adityo dari keterangan tertulis IDI yang diterima di Jakarta, dikutip VOI dari Antara, Rabu 27 Juli.

Cacar Monyet Ditemukan di Singapura

Badan kesehatan dunia, WHO, juga telah menetapkan status darurat untuk kasus cacar monyet. Kasus ini belum terdeteksi di Indonesia, tetapi sudah ada di negara tetangga, yaitu Singapura.

Cacar monyet merupakan penyakit infeksi virus, bersifat zoonosis, yang jarang terjadi. Beberapa kasus infeksi pada manusia pernah dilaporkan terjadi sporadis di Afrika Tengah dan Afrika Barat, umumnya di lokasi yang berdekatan dengan daerah hutan hujan tropis.

"Cacar monyet ini tergolong ke dalam genus orthopoxvirus, seperti virus variola yang menyebabkan penyakit cacar (smallpox) dan telah dinyatakan tereradikasi di seluruh dunia oleh WHO pada 1980," jelasnya.

Data WHO menunjukkan, penyakit cacar monyet awalnya teridentifikasi pada 1970 di Zaire. Sejak saat itu penyakit ini dilaporkan secara sporadis di sepuluh negara di Afrika tengah dan barat. Pada 2017, Nigeria mengalami kejadian luar biasa yang pernah dilaporkan, dengan perkiraan jumlah kasus terkonfirmasi sekitar 40 kasus.

Sejak Mei 2022, setelah dilaporkan dari negara non-endemis, cacar monyet atau monkeypox menjadi penyakit yang diperhatikan oleh masyarakat global.

Kasus Cacar Monyet di Dunia

WHO kemudian menerima laporan kasus-kasus monkeypox yang berasal dari negara nonendemis sejak 13 Mei 2022. Saat ini kasusnya telah meluas secara global dengan total 75 negara.

Hingga 25 Juli 2022 terdapat 18.905 kasus konfirmasi monkeypox di seluruh dunia, dengan 17.852 kasus terjadi di negara tanpa riwayat kasus konfirmasi sebelumnya.

Amerika Serikat melaporkan kasus monkeypox sebesar 3.846 kasus. Di ASEAN, Singapura telah melaporkan sembilan kasus konfirmasi dan Thailand melaporkan satu kasus konfirmasi.

Di Afrika, kasus infeksi cacar monyet pada manusia yang pernah dilaporkan, berhubungan dengan riwayat kontak dengan hewan yang terinfeksi, seperti monyet, tupai, tikus dan rodents lainnya. Memakan daging hewan terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang juga dikatakan dapat menjadi metode penularan yang lainnya.

“Adapun penularan antarmanusia, diduga dapat terjadi sebagai akibat dari kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung melalui paparan terhadap sekresi saluran napas yang terinfeksi, kontak dengan lesi kulit pasien secara langsung, maupun berkontak dengan objek yang telah tercemar oleh cairan tubuh pasien," katanya.

Selain itu, kata Adityo, transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental (infeksi cacar monyet kongenital) juga dimungkinkan terjadi.

Periode inkubasi cacar monyet berkisar antara 5-21 hari dengan rata-rata 6-16 hari. Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen.

Dalam 1-3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh.

Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Seiring waktu, bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam sepuluh hari akan berubah menjadi koreng.

Adityo yang juga Pengurus Pusat Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia mengatakan hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi cacar monyet.

Meski demikian, vaksinasi terhadap penyakit Cacar yang disebabkan infeksi virus Variola pada 1980 dapat memberikan efektivitas proteksi sebesar 85 persen untuk mencegah infeksi cacar monyet.

Mewaspadai Cacar Monyet atau Monkeypox Masuk Indonesia

Adityo kembali mengingatkan dengan ditemukannya kasus cacar monyet di Singapura, maka masyarakat juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus tersebut di Indonesia.

Hal tersebut menjadi penting, kata dia, terutama pada populasi berisiko fatalitas cacar monyet seperti pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi).

"Berkaca kepada pandemi COVID-19 yang telah melanda, kita harus selalu optimis bahwa dengan bekerja sama dunia akan mampu bergerak secara cepat menyikapi situasi ini," tuturnya.

Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI Agus Dwi Susanto menambahkan, pemahaman yang baik terhadap infeksi cacar monyet dan kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa menjadi modal utama dalam aspek pencegahan.

Adityo mengatakan upaya menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan paling efektif, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif melalui karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.

Agus juga meminta tenaga Kesehatan, baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala cacar monyet pada pasien agar segera melakukan tindak lanjut dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR).

Metode pemeriksaan virus cacar monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut, melaporkan ke Dinas Kesehatan Setempat agar bisa segera dilakukan surveilans dan tindakan lebih lanjut lainnya.