ACEH - Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) menyerang hewan ternak Indonesia. Terkait hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan panduan ibadah kurban 1443 H/2022 masih tahap penyusunan bersama para ahli.
“Untuk mengantisipasi penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak, MUI melakukan pembahasan intensif untuk menyusun pedoman keagamaan dalam ibadah kurban 1443 H,” terang Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 28 Mei, dikutip VOI.
Penyusunan Panduan Ibadah Kurban Tahun 2022
Dia menjelaskan, penyusunan panduan ibadah kurban untuk mengantisipasi hewan terpapar PMK akan melibatkan beberapa pihak, seperti pakar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Kementerian Pertanian yang diselenggarakan di Kantor MUI Jakarta.
BACA JUGA:
Setelah menerima serta mempertimbangkan berbagai masukan, Komisi Fatwa MUI akan melakukan rapat khusus untuk melakukan drafting dan melaksanakan sidang fatwa guna membahas panduan, baik dalam bentuk fatwa maupun khusus, sebagai bentuk panduan dari Komisi Fatwa MUI.
Asrorun menerangkan, fatwa terkait ibadah kurban tahun ini berbeda dengan panduan sebelumnya. Sebab, kurban membutuhkan penjelasan utuh mengenai ihwal wabah PMK yang sedang marak terjadi beserta dampak, upaya serta langkah mitigasinya.
“Untuk itu MUI mengundang dan mendengar penjelasan ahli dari IPB dan Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai penanggung jawab,” ujar dia.
Virus PMK bagi Manusia
Anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan Kementan, Denny Widaya Lukman, mengatakan bahwa virus PMK tidak memiliki dampak apa pun pada kesehatan manusia.
Imbauan yang nantinya dibentuk semata-mata murni untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan menularnya virus PMK kepada hewan ternak dan non-ternak lainnya.
PMK, kata Denny, menjadi masalah serius pada hewan. Virus PMK memang tidak membahayakan l kehidupan manusia, namun penanganan yang salah pada daging hewan qurban yang terinfeksi bisa mencemari lingkungan yang nantinya membuka kemungkinan lingkungan tersebut akan menyebarkan penyakit ke ternak lainnya.
“Yang kita khawatirkan adalah pencemaran lingkungan yang akhirnya menulari hewan lain, dan merusak ekosistem, tidak berbahaya untuk manusia,” ujar dia.
Denny berharap MUI dapat mengimbau masyarakat agar melaksanakan qurban secara daring melalui Rumah Penyembelihan Hewan (RPH) atau tempat yang telah mengantongi izin penyembelihan dari pemerintah daerah, guna mengurangi tingkat pencemaran lingkungan yang berasal dari penularan virus PMK hewan kurban.
“Mohon MUI agar mengimbau masyarakat agar DKM memaksimakkan memotong daging kurbannya di RPH dan tempat yang mendapat izin dinas saja, dan hanya dilakukan saat hari H, untuk meminimalkan risiko penularan,” ucap Denny.