ACEH - Wawan Wardiana, Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, mengungkapkan bahwa praktik korupsi sering terjadi akibat kebiasaan memberi lebih sebagai ucapan terima kasih.
Ia mengatakan, survei perilaku antikorupsi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang tak keberatan untuk melakukan hal tersebut.
BACA JUGA:
Wawan mengungkapkan informasi tersebut dalam kuliah umum yang dihadiri oleh 1.300 mahasiswa, dosen, dan anggota civitas akademika Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar.
"Berdasarkan survei perilaku antikorupsi dari BPS, 73 persen masyarakat tidak keberatan utk memberi lebih atas apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam pelayanan publik," ungkap Wawan dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Jumat, 11 Juni.
Sebagian Besar Kasus Korupsi Adalah Penyuapan
Kebiasaan memberi lebih juga tercermin dari kasus korupsi yang ditangani KPK. Sebagian besar kasus merupakan penerimaan suap.
"80 persen kasus yang ditangani KPK adalah suap. Awalnya dari kebiasaan memberi lebih, ucapan terima kasih, dan sebagainya," lanjut Wawan.
Perilaku semacam ini, lanjutnya, mesti disadari oleh masyarakat supaya mereka tak menjadi bagian dari perilaku koruptif. Sehingga, dia mengajak perguruan tinggi berperan dalam mengubah hal semacam ini.
"Mengapa civitas akademika harus berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi? Karena kita ini korban korupsi secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, jika kita tidak berpartisipasi maka sebenarnya kita menjadi bagian dari korupsi," ungkapnya.
Lebih lanjut, Wawan meminta perguruan tinggi untuk mulai menghentikan perilaku koruptif seperti mencontek, memberikan gratifikasi kepada dosen, mark up, dan penyalahgunaan beasiswa.
"Praktik-praktik ini merupakan trigger tindak pidana korupsi," katanya.
Sementara, Rektor Unmas, I Made Sukamerta, menyampaikan upaya yang telah dilakukan kampusnya dalam upaya pencegahan korupsi. Menurutnya pendidikan antikorupsi secara bertahap telah dibumikan kepada masyarakat luas melalui kurikulum universitas melalui pendidikan karakter yang diisi dengan pendidikan antikorupsi, narkoba, perundungan, intoleransi dan lainnya.
"Mahasiswa harus aktif di kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan. Salah satunya seminar-seminar dan sertifikasi-sertifikasi, karena ke depan yang dilihat bukan hanya ijazah tapi juga sertifikasi. Para dosen dan mahasiswa bisa mengikuti sertifikasi antikorupsi," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di VOI.id dengan judul KPK: Korupsi Diawali dari Kebiasaan Memberi Lebih. Waktunya Merevolusi Pemberitaan!