Produk-produk unggulan Provinsi Aceh memiliki persoalan pada biaya yang tinggi. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Aceh, Safuadi.
"Biaya tinggi membuat produk-produk unggulan Aceh tersebut tidak kompetitif," ungkap Safuadi saat melakukan pertemuan dengan Forum Komunikasi BUMN di Aceh, Banda Aceh, Senin, 22 Maret.
BACA JUGA:
Safuadi mengatakan, biaya yang tinggi di Aceh disebabkan oleh pola penggarapan yang sendiri-sendiri, salah satunya adalah logistik. Padahal, tambah Safuadi, Aceh punya potensi dan sumber daya untuk menciptakan produk yang berkualitas.
Produksi di Aceh seharusnya dilakukan secara terintegrasi
Sayangnya, potensi dan sumber daya tersebut dikerjakan secara sendiri-sendiri. Potensi yang dimiliki Aceh seharusnya ditangani secara terintegrasi sehingga bisa dioptimalkan untuk menghasilkan produk unggulan berbiaya rendah.
"Persoalan biaya tinggi ini harus dicarikan solusi bersama, jangan berjalan sendiri-sendiri, sehingga produk dari Aceh mampu berkompetisi dengan produk daerah lain," terang Kepala Kantor Wilayah DJBC Aceh.
Sebagai permisalan, Bea Cukai punya informasi serta fasilitas. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa memfasilitasi lahirnya produk unggulan berharga murah. Selanjutnya, pendistribusian dilakukan secara terintegrasi dengan Bea Cukai agar tidak menjadikan biaya tinggi.
Selain itu, produk dari Aceh punya biaya tinggi karena tidak ada pintu keluar untuk barang. Pintu keluar tersebut selama ini ada di daerah lain.
"Aceh harus membuat pintu keluar sendiri. Dengan pintu keluar ini persoalan biaya bisa diselesaikan sendiri sehingga faktor biaya tinggi tersebut bisa ditekan," tandas Safuadi.
Ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI.id, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!