Berita COVID-19: Pemerintah Tak Mengambil Kebijakan  "Lockdown", Ini Alasannya
Ilustrasi (VOI)

Bagikan:

ACEH - Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas COVID-19, Hery Trianto, menjelaskan alasan pemerintah tidak menerapkan lockdown atau karantina wilayah hingga saat ini.

Ia mengatakan, substansi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro yang berjalan selama ini sama dengan skema lockdown.

"Jadi jangan dibenturkan antara kebijakan lockdown dengan pembatasan kegiatan masyarakat. Substansinya sama, membatasi mobilitas masyarakat untuk menekan laju penularan," terang Hery dikutip Antara, Minggu, 20 Juni.

Seperti diketahui, pemerintah memperpanjang PPKM mikro, 15—28 Juni 2021. Kebijakan ini menggunakan acuan beleid Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2021.

Penyebab Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia

Aturan tersebut menjelaskan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro dan mengoptimalkan posko penanganan COVID-19 di desa dan kelurahan untuk pengendalian penyebaran COVID-19.

PPKM mikro membatasi kegiatan di perkantoran/tempat kerja, membatasi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, membatasi kegiatan restoran dan pusat perbelanjaan, mengatur kegiatan di tempat ibadah, membatasi kegiatan fasilitas umum, serta membatasi kegiatan seni, sosial, dan budaya.

Hery menerangkan, petugas di lapangan memperketat pelaksanaan PPKM mikro melalui operasi yustisi dengan melibatkan Polri dan TNI. Petugas di lapangan memantau kegiatan serta menertibkan masyarakat yang tidak patuh terhadap protokol kesehatan.

"Tujuannya untuk mengurangi mobilitas agar masyarakat lebih banyak di rumah. Karena faktor penularannya manusia. Jadi, kalau aktivitas manusianya dikurangi, akan menekan penularan," terangnya.

Menurut Hery, PPKM mikro cukup efektif dalam menekan laju penularan COVID-19. Belakangan, kasus positif meningkat karena beberapa hal, seperti masyarakat tidak mematuhi larangan bepergian dan larangan mudik Lebaran.

Menurut Hery, pemerintah sudah berupaya supaya masyarakat tidak bepergian dan mudik, tapi banyak yang tidak mengikuti imbauan tersebut.

"Kasus di Kudus, kita tahu di sana ada ziarah setelah Lebaran di Sunan Muria dan Sunan Kudus, kemudian itu dianggap salah satu yang memicu penularan. Di Bangkalan juga sama, setelah Lebaran masyarakat punya tradisi berkumpul. Ketika berkumpul terjadi interaksi, terjadi risiko penularan," kata Hery.

Penyebab lain dari lonjakan kali ini, lanjut dia, adalah varian baru COVID-19 yang diduga turut mempercepat penularan.

Dengan PPKM mikro menurut Hery kebijakan mitigasi risiko hingga tingkat RT/RW semakin mudah. Hingga saat ini ada puluhan ribu desa yang membentuk posko.

Posko aktif melaporkan perkembangan kondisi di daerah masing-masing. Efektivitas kebijakan PPKM mikro sudah terlihat sampai pertengahan Mei.

"Sehingga kita dapat data yang lebih valid tentang apa sebenarnya yang terjadi di berbagai daerah. Ketika kita bisa memetakan zona risiko hingga ke RT/RW, tentu saja itu akan semakin baik, kita semakin presisi," katanya.

Selain itu, Hery mengatakan, kebijakan lockdown mikro juga sudah diterapkan beberapa daerah. Misal, satu RT melakukan lockdown mikro karena ada lima keluarga yang terpapar COVID-19.

"Ini terjadi di beberapa daerah. Micro lockdown sudah dilakukan sebenarnya, tapi skalanya mikro," ujar Hery.

Artikel ini telah tayang di VOI.id dengan judul Ini Alasan Pemerintah Tak Terapkan Lockdown. Waktunya Merevolusi Pemberitaan!