Sekolah Lapangan Pembudidayaan untuk Tingkatkan Kualitas Pengelolaan Perikanan Tambak
Ilustrasi (istimewa)

Bagikan:

ACEH - Budi daya tambak masih jadi mata pencaharian yang menjanjikan keuntungan, tetapi berpotensi menimbulkan persoalan terhadap lingkungan dan masyarakat.

Oleh sebab itu, Sekolah Lapangan (SL) pembudidayaan dirasa perlu menghasilkan praktik pengelolaan yang lebih baik.

Chief Technical Advisor Yayasan Hutan Biru menjelaskan bahwa kegiatan pendidikan tersebut merupakan implementasi program penyuluhan yang berpusat pada peserta didik yang dikenal sebagai Sekolah Lapang Petani Ikan.

"SL bertujuan meningkatkan produktivitas budidaya perairan melalui pengembangan keterampilan berpikir kritis dan peningkatan praktik budi daya dengan menekankan pada pembudidaya ikan, pengurangan penggunaan input eksternal (pupuk, pakan, dan pestisida), penghapusan pestisida, dan evaluasi kesehatan ikan melalui pengamatan perilaku ikan," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu, 12 Juni.

Kelebihan dan Kekurangan Sekolah Lapangan

SL atau Fish Farmer Field School (FFFS) juga mengarah kepada pemberdayaan pembudidaya ikan. Peserta mengikuti siklus belajar berfokus memecahkan masalah sehingga mereka lebih menghargai peran ekosistem dalam menjaga kesehatan dan produktivitas.

Fasilitator SL dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan, Syafruddin, menjelaskan bahwa SL punya kelebihan mulai dari meningkatkan observasi dan pengetahuan petani atau petambak hingga mendorong budi daya ramah lingkungan dan dapat meningkatkan pendapatan.

Namun, ada juga kekurangan yang disinggungnya, seperti waktu pelaksanaan yang lama karena mengikuti siklus produksi budi daya, membutuhkan fasilitator, hingga biaya yang mahal.

"Agar SL bisa berjalan secara efektif dan komprehensif diperlukan desain kegiatan yang menarik agar semangat peserta selalu terjaga serta desain monitoring dan evaluasi yang efektif," ungkapnya.

Sementara, fasilitator SL tambak Yayasan Hutan Biru, Weningtyas, menjelaskan bahwa keberhasilan Sekolah Lapangan Tambak juga bergantung kepada keberhasilan pengorganisasian kelompok petani atau petambak.

Menurutnya, pengorganisasian kelompok petambak akan memudahkan pencapaian tujuan SL. Koordinasi dengan instansi-instansi terkait; menentukan kriteria anggota kelompok berdasar profesi, usia, minat belajar, aktif, dsb; identifikasi calon pemandu lokal; sosialisasi; membuat kesepakatan pembelajaran; serta pendekatan personal ke anggota kelompok oleh fasilitator menjadi awal dari kegiatan pemberdayaan tersebut.

Durasi Sekolah Lapang Petambak minimal 1 siklus budidaya tambak atau kurang lebih 3 hingga 4 bulan. Pada akhir sesi, peserta belajar dapat diajak untuk membandingkan antara demplot pembelajaran dan kebiasaan/pembanding. Proses Sekolah Lapang dapat diulang atau dilakukan penambahan materi jika dirasakan perlu. 

Hasil akhir SL adalah proses pemahaman secara menyeluruh (holistik) anggota kelompok belajar terhadap persoalan dan penemuan solusi  bukan mengenai kuantitas atau nominal hasil panen semata. Pelaksanaan SL dirasakan cukup berhasil sehingga saat ini sistem tersebut juga diadopsi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan di beberapa daerah.

Artikel ini telah tayang di VOI.id dengan judul Sekolah Lapangan Tambak, Program Penyuluhan Tingkatkan Produktivitas Budidaya Perikanan. Waktunya Merevolusi Pemberitaan!