ACEH - Beberapa waktu lalu Mahkamah Agung (MA) memutuskan mengurangi masa hukuman Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, yaitu dari sembilan tahun penjara menjadi lima tahun penjara.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menyatakan bahwa pihaknya menghargai putusan MA. Dia mengatakan, langkah tersebut ini diambil karena keputusan majelis hakim kasasi adalah kekuasaan yang merdeka dan bebas dari intervensi.
BACA JUGA:
"Tentu dengan putusan MA, kami selaku aparat penegak hukum, lembaga KPK sangat2 (sangat-sangat) menghormati putusan peradilan," tulis Firli melalui akun Twitter-nya, @firlibahuri, Jumat, 11 Maret, dikutip VOI.
Sikap KPK terhadap Kasus Edhy Prabowo
Saat ini KPK menunggu penyerahan lengkap putusan kasasi tersebut untuk dipelajari guna menentukan sikap selanjutnya. Firli yakin hakim memiliki alasan yang kuat karena memahami dan tahu tentang perkara yang diputus.
"Hakim sangat mengetahui perkara yg diputuskannya. Beliau YM-lah yg lbh (yang lebih) tahu, dan setelah kami terima salinan putusan Kasasi MA tsb (tersebut), selanjutnya KPK akan pelajari , dan barulah kita menentukan sikap," terangnya.
Dewasa ini peringanan hukuman Edhy Prabowo menjadi sorotan publik. Terlebih lagi, majelis kasasi dalam pertimbangannya menyebut mantan menteri yang terjerat korupsi itu bekerja baik.
Maksud dari bekerja baik selama menjabat adalah Edhy telah mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 yang bertujuan untuk pemanfaatan benih lobster.
Hukuman Sesuai Tuntutan KPK
Putusan pemotongan hukuman Edhy menjadi lima tahun penjara oleh Mahkamah Agung sebenarnya telah sesuai tuntutan KPK.
Pada Selasa, 29 Juni 2021 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta menuntut mantan politikus Partai Gerindra itu dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Edhy diyakini jaksa terbukti menerima suap dari eksportir benur sebesar Rp25,7 miliar. "Menuntut agar majelis hakim dapat memutuskan, menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa 5 tahun dan pidana denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan," ucap Jaksa KPK dalam persidangan itu.
Selanjutnya, hakim menjatuhkan vonis yang serupa dengan tuntutan jaksa sebelum akhirnya di tingkat banding pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hukuman itu diperberat menjadi 9 tahun penjara.