ACEH - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan teknologi untuk mendeteksi tsunami berbasis buoy (pelampung), kabel serat optik, dan akustik tomografi yang akan dipasang di daerah rawan bencana.
Kepala BPPT, Hammam Riza, mengungkapkan bahwa sejak 2019 BPPT telah membangun tiga teknologi tersebut untuk mendukung program Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) bersama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
BACA JUGA:
Sensor tsunami dari InaTEWS BPPT mampu mengirimkan data secara berkesinambungan kepada BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk selanjutnya disebarluaskan kepada masyarakat agar upaya mitigasi bencana tsunami di Indonesia bisa segera dilaksanakan.
“BPPT telah menyusun desain besar peta jalan teknologi mitigasi dengan mengoperasikan InaBuoy di 13 lokasi, InaCBT di 7 lokasi, InaCAT di 3 lokasi dan didukung dengan pengolahan kecerdasan artifisial. Semua Teknologi InaTEWS ditargetkan akan beroperasi penuh pada tahun 2024,” terangnya dalam acara di Puspiptek Tangerang Selatan, dikutip Antara, Selasa, 8 Juni.
Hammam menjelaskan bahwa Indonesia berada di zona ring of fire karena letak geografisnya berada di pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Jalur yang dilalui pertemuan lempeng tersebut yang menjadi zona rawan gempa di Indonesia.
Indonesia Harus Punya Mitigasi Bencara Terintegrasi
Melihat dari kondisi tersebut serta histori kebencanaan, upaya mitigasi bencana terintegrasi sudah sepatutnya diterapkan di Indonesia. Pengalaman bencana besar pada tahun 2018 yang menerpa Lombok, Palu, dan Selat Sunda menjadi wake up call bagi semua pihak.
Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan Perpres No. 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.
“Melalui Perpres ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) diberikan amanah untuk mengembangkan sistem peringatan dini tsunami atau InaTEWS. Teknologi kebencanaan ini pun menggunakan berbagai instrumen sesuai dengan kebutuhan lokasi, seperti Teknologi Buoy (InaBuoy), Teknologi Kabel Optik Bawah Laut (InaCBT - Cable Based Tsunameter), Teknologi Coastal Acoustic Tomografi (InaCAT), hingga pemodelan berbasis kecerdasan artifisial,” katanya.
BPPT juga menyerahkan laporan hasil Kajian Kebencanaan Pasca Gempa Mamuju kepada Gubernur Sulawesi Barat HM Ali Baal Masdar dalam membangun Sulbar menjadi wilayah tangguh bencana.
Berdasarkan hasil observasi pesisir yang telah dilakukan BPPT dari tanggal 16-21 Februari 2021 disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan erat dan langsung antara kondisi fisik pantai dengan kejadian gempa mamuju yg berdampak pada timbulnya kerusakan fisik bangunan dan fasilitas umum lainnya.
“Temuan kerusakan fisik yang dijumpai di pesisir lebih dikarenakan kegagalan struktur bangunan. Tindakan reduksi resiko wilayah pesisir lebih diarahkan untuk menanggulangi bencana tsunami,” ungkapnya.
Assessment ini kemudian dapat dijadikan dasar dalam melakukan tindakan mendesak dalam meningkatkan resiliensi melalui penciptaan pusat manajemen bencana serta program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran tentang manajemen bencana.
Selain itu, BPPT juga menandatangani nota kesepahaman dan perjanjian kerjasama dengan Bupati Manggarai Barat terkait pinjam pakai tanah milik pemerintah daerah untuk penempatan landing station InaCBT di Labuan Bajo.
Deputi bidang teknologi pengembangan SDA Yudi Anantasena menambahkan tahun ini terdapat 11 Inabuoy yang dibuat oleh PT PAL. Dalam waktu dekat sebanyak tiga Inabuoy akan terpasang di selatan Selat Sunda, selatan Malang, dan selatan Bali.
Artikel ini telah tayang di VOI.id dengan judul BPPT Kembangkan Teknologi Deteksi Dini Tsunami. Waktunya Merevolusi Pemberitaan!