ACEH - Beberapa waktu lalu penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan keramba jaring apung dengan nilai kontrak kerja Rp45,5 miliar. Menurut Asisten Pidana Khusus Kejati Aceh, R. Raharjo Yusuf Wibisono, penghentian penyidik atas petunjuk Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus).
"Beberapa waktu lalu, penyidik melakukan ekspos perkara ke Jampidsus. Hasilnya, tim Jampidsus memberi petunjuk agar penanganan perkara dihentikan," kata R Raharjo di Banda Aceh, Selasa, 4 Januari, dikutip VOI dari Antara.
BACA JUGA:
Status Tersangka Dugaan Kasus Korupsi Gugur
R. Raharjo mengatakan, alasan penghentian penyidikan karena perusahaan pengadaan PT Perikanan Nusantara merupakan badan usaha milik negara (BUMN).
"Artinya, dalam kasus ini negara dengan negara, sehingga tidak ada kerugian negara. Dalam perkara ini, kesalahan hanya administrasi dan kesalahan tersebut sudah diambil alih Kementerian BUMN," terang R. Raharjo.
Terkait tersangka, R. Raharjo mengatakan bahwa dengan sendirinya gugur. Uang Rp36 miliar yang sebelumnya disita sebagai barang bukti dikembalikan ke perusahaan yang saat ini berganti nama menjadi PT Perikanan Indonesia.
"Sedangkan keramba jaring apung yang sebelumnya disita di Pulau Weh, Kota Sabang, sudah dibawa ke Lampung, untuk digunakan nelayan di provinsi itu. Sebab, keramba jaring apung tersebut tidak bisa digunakan di Sabang, karena perairannya tidak cocok," kata R. Raharjo.
Dugaan Korupsi Pengadaan Keramba Jaring Apung
Sebelumnya, Kejati Aceh melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi pengadaan keramba jaring apung yang dikelola Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sejak 2018.
Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan itu dimenangkan oleh PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.
Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Dalam kasus perikanan ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.
Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.
Artikel ini telah tayang dengan judul Kejati Aceh Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi Rp45,5 Miliar, Ini Alasannya.
Selain kasus dugaan korupsi, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Aceh.