ACEH – Data dari Lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan bahwa dalam enam bulan terakhir, periode Desember 2020 hingga Juni 2021, sebanyak 83 nelayan hilang di laut akibat musibah dan kecelakaan laut.
Moh Abdi Suhufan, Koordinator DFW Indonesia, menjelaskan bahwa dalam jangka waktu tersebut, sebanyak 42 insiden kecelakaan menimpa perahu nelayan atau kapal ikan di perairan Indonesia.
BACA JUGA:
"Dari 42 insiden tersebut, kami mencatat 142 orang korban dengan rincian 83 hilang, 14 meninggal, dan 42 selamat. Rata-rata dalam satu bulan 7 kejadian dialami nelayan dan pasti memakan korban," terang Abdi, Senin, 21 Juni, dikutip dari Antara.
Ia mengatakan, kecelakaan tersebut sebagian besar dialami oleh perahu nelayan berukuran di bawah 10 GT (gross tonnage). Oleh sebab itu, lanjut Abdi, kementerian teknis seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perhubungan perlu meningkatkan strategi perlindungan nelayan kecil untuk mengurangi jatuhnya korban.
Selain itu, tambah Abdi, program asuransi nelayan yang dilakukan oleh KKP perlu menjangkau para nelayan di daerah terpencil dan perlu inovasi pelayanan karena selama ini sulit diakses.
Para Nelayan Melaut Tanpa Perlindungan Diri
Ia menungkapkan, banyaknya insiden yang dialami kapal nelayan ini mengindikasikan tingginya tingkat kerentanan nelayan ketika berjuang mencukupi kebutuhan ekonominya.
"Mereka bekerja tanpa perlindungan diri, minim sarana keselamatan, dan beberapa tanpa asuransi," terang Abdi.
Sementara, untuk program asuransi nelayan, ia berpendapat bahwa hal tersebut masih sarat birokrasi dan prosedural sehingga sulit diakses oleh para nelayan.
Menurut dia, indikasi dari hal tersebut dapat terlihat antara lain dari program asuransi nelayan yang diatur dalam ketentuan tersebut belum banyak diketahui oleh nelayan kita.
"Banyak nelayan dan ABK yang tidak mengetahui tentang program dan skema asuransi tenaga kerja bagi nelayan dan ABK sebagai kelompok pekerja bukan penerima upah," kata Abdi.
Ia menegaskan perlunya ada terobosan dalam implementasi program asuransi oleh KKP maupun perusahaan penyelenggara asuransi, antara lain dengan bekerja sama dengan HNSI atau Serikat Pekerja Perikanan untuk meningkatkan jangkauan kepesertaan asuransi bagi nelayan dan ABK teruatam di wilayah dan sentra nelayan di lokasi-lokasi terpencil.
Sementara, peneliti DFW Indonesia, Subhan Usman, meminta KKP untuk meningkatkan perhatian dan intervensi kepada kelompok nelayan kecil dan tradisional.
"Kami khawatir, KKP saat ini fokus pada pengembangan perikanan skala besar atau industry karena mengejar target PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," kata Subhan.
Padahal, ia mengingatkan bahwa perikanan skala kecil adalah mayoritas dari usaha perikanan Indonesia saat ini, yaitu 99,16 persen struktur armada perikanan Indonesia adalah kapal dengan bobot di bawah 30 GT.
Artikel ini telah tayang di VOI.id dengan judul Kabar Duka dari Perairan Indonesia, 83 Nelayan Hilang dalam 6 Bulan Terakhir. Waktunya Merevolusi Pemberitaan!