Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) meminta Kementerian Pertanian (Kementan) menuntaskan persoalan perunggasan di Indonesia, terutama mengenai kebijakan yang dinilai mematikan peternak mandiri.
"Ada masalah tentang kebijakan, terutama soal narasi kemitraan yang sesungguhnya membunuh peternak mandiri," ungkap Ketua PPRN, Alvino Antonio, di Jakarta, Selasa, 13 April.
BACA JUGA:
Menurut Alvino, anak ayam (DOC) dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar. Hal tersebut membuat peternak rakyat tak mampu bersaing, bahkan harga pun dikendalikan oleh para peternak besar.
Kementerian Pertanian wajib melindungi peternak mandiri
Ia menilai, kebijakan afkir dini pada 2016 cukup baik dalam menekan melimpahnya suplai ayam di pasaran, tetapi itu hanya sementara waktu atau temporal dan akhirnya peternak unggas mandiri kembali menderita, setidaknya selama dua tahun terakhir.
Menurutnya, tupoksi Kementan bukan hanya menjadi penyedia daging unggas, melainkan juga harus menjadi pelindung peternak unggas mandiri. Oleh sebab itu, diperlukan perlindungan usaha sesuai amanah undang-undang dan peraturan pemerintah.
"Jangan lupa! Kementan tidak hanya berkewajiban menjamin stok ayam, tapi ada kewajiban memberikan perlindungan kepada peternak mandiri. Lindungi kami, jangan petinju kelas bulu lawan petinju kelas berat! Itu tidak akan adil," terang Alvino.
Terkait hal tersebut, tuntutannya, antara lain memaksimalkan stabilisasi perunggasan terkait pasokan live bird, pakan, dan DOC, dengan dukungan data valid, dengan pengawasan serta sanksi tegas bagi pihak yang abai.
Kementan juga diminta untuk mengganti kerugian peternak mandiri selama 2019 hingga 2020 senilai Rp5,4 triliun. Hal tersebut sebagai ganti rugi akibat kebijakan yang ditetapkan.
Ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI.id, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!