ACEH - Pernahkah Anda bertanya soal alasan tertawa bisa menular dari satu orang ke orang lain? Menurut peneliti dari Finlandia dan Inggris, tertawa bisa memicu pelepasan endorfin dan berperan dalam pembangunan ikatan sosial.
Dikutip VOI dari Medical News Today, Profesor Lauri Nummenmaa dari University of Turku, Finlandia, menjelaskan bahwa pelepasan endorfin dari tawa sosial merupakan hal yang mendukung pembentukan, penguatan, dan pemeliharaan ikatan sosial.
BACA JUGA:
Berbagai Penelitian Terkait Alasan Tertawa Bisa Menular
Berdasarkan hasil studi Nummenmaa yang diterbitkan dalam The Journal of Neuroscience, pelepasan endorfin berefek menyenangkan dan menenangkan. Mungkin hal tersebut juga menandakan keamanan dan meningkatkan perasaan kebersamaan. Profesor Robin Dunbar dari Universitas Oxford, Inggris, menyampaikan, komunikasi verbal penting dalam membangun ikatan sosial.
Meski dalam kontak sosial memakan waktu, tawa sosial mengarah pada respons kimia serupa endorfin di otak yang memungkinkan untuk perluasan jaringan sosial. Dari temuan tersebut, Dunbar menggarisbawahi bawa tawa sangat menular dan respons endorfin dapat dengan mudah menyebar melalui kelompok besar yang tertawa bersama.
Semua manusia bisa tertawa dan mengembangkannya sebagai respons atas rangsangan terhadap sesuatu. Sebagai contoh, ketika Anda berada dalam suatu kelompok pertemanan, kemudian salah satu orang menceritakan kisahnya yang lucu sambil tertawa. Kadang butuh waktu untuk memproses atau mencerna cerita dan berkaitan dengan ukuran kedekatan, kemudian tawa bahagia bisa menular ke orang-orang di kelompok tersebut.
Berdasarkan satu teori, tawa yang disertai ucapan verbal bisa membantu membangun keterikatan. Dalam jarak pendengaran, seseorang bisa membuat orang lain tertawa. Ikatan tersebut juga bisa dibangun dalam jarak yang jauh, bahkan dengan lebih banyak orang.
Sebuah studi Elise Wattendorf, dkk. yang diterbitkan dalam jurnal Cerebral Cortex tahun 2013 menggunakan pemindaian MRI dilakukan untuk menyelidiki bagian otak mana yang bekerja terkait tertawa. Peserta dalam penelitian tersebut dibagi menjadi 3 kelompok. Pertama, digelitiki pada telapak kaki dan boleh merespons dengan tawa. Kedua, digelitiki tetapi diminta menahan tawa dan kelompok ketiga diminta tertawa secara sukarela tanpa digelitiki.
Ketika seseorang tertawa, empat bagian otak bekerja, yaitu hipotalamus lateral yang terlibat dalam mengurangi perepsi nyeri, fungsi pencernaan, dan tekanan darah; operculum parietal yang bertanggungjawab untuk memproses indera dari sentuhan dan suhu; amygdala yang terlibat dalam pemrosesan ingatan, pengambilan keputusan, dan reaksi emosional; serta otak kecil kanan yang berhubungan dengan perhatian pada bahasa, visual, dan membayangkan keadaan orang lain.
Tertawa sebagai Obat
Melalui studi tersebut, bisa ditarik kesimpulan, tertawa bisa menjadi obat. Dalam bidang psikoneuroimunologi, tertawa punya efek terapeutik. Sebuah penelitian yang diterbitkan di Heart & Lung menyelidiki manfaat tawa bagi individu dengan penyakit paru obstruktif kronik.
Tertawa dan humor antara pasien berkaitan dengan fungsi psikologis positif serta peningkatan kualitas hidup. Namun tertawa keras bagi pasien tersebut menyebabkan kerusakan akut pada fungsi paru sekunder akibat hiperinflasi yang memburuk.
Studi lainnya meneliti pasien dengan masalah pada pembuluh darah, jantung, dan depresi. Hasil dari ketiga studi tersebut menampakkan manfaat positif dari tertawa karena lucu dan memicu perasaan bahagia.