ACEH - Pada Senin Presiden Rusia, Vladimir Putin, berikan pengakuan kemerdekaan bagi dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur. Dia kemudian memerintahkan tentara Rusia menjalankan operasi penjaga perdamaian di wilayah tersebut.
Putin memerintahkan kementerian pertahanan Rusia mengerahkan pasukan ke dua wilayah tersebut untuk menjaga perdamaian, dalam dekrit yang dirilis setelah mengumumkan pengakuan terhadap separatis yang didukung Rusia, yang menarik kecaman Amerika Serikat dan Eropa dengan ancaman sanksi baru.
BACA JUGA:
Penjelasan Vladimir Putin Soal Ukraina dan Rusia
Belum jelas apakah pergerakan militer Rusia itu akan dianggap oleh Barat sebagai awal invasi ke Ukraina. Tidak ada informasi mengenai total kekuatan yang dikirim oleh Presiden Putin, tetapi dekrit tersebut menjelaskan bahwa saat ini Rusia memiliki hak untuk membangun pangkalan militer di wilayah yang memisahkan diri. Sementara, misi pasukan adalah untuk menegakkan perdamaian.
Dalam pidato di televisi yang dipenuhi keluhan terhadap Barat, Presiden Putin menggambarkan Ukraina sebagai bagian integral dari sejarah Rusia. Ia mengatakan bahwa Ukraina timur merupakan tanah Rusia kuno dan dia yakin, rakyat Rusia akan mendukung keputusannya.
Televisi pemerintah Rusia menunjukkan Putin bergabung dengan para pemimpin separatis yang didukung Rusia, menandatangani dekrit yang mengakui kemerdekaan dua wilayah yang memisahkan diri Ukrain, Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri dan Republik Rakyat Luhansk, bersama dengan perjanjian kerja sama dan persahabatan.
Sikap Putin terhadap Separatis di Ukraina Timur
Menentang peringatan Barat terhadap langkah seperti itu, Presiden Putin telah mengumumkan keputusannya dalam panggilan telepon kepada para pemimpin Jerman dan Prancis sebelumnya, di mana menurut Kremlin mengecewakan kedua pemimpin negara tersebut.
Dalam pidatonya, Putin menyelidiki sejarah sejauh kekaisaran Ottoman dan ketegangan atas ekspansi NATO ke timur, hal yang sangat mengganggu Moskow dalam krisis saat ini.
Dengan keputusannya, Presiden Putin menepis peringatan Barat bahwa langkah seperti itu akan ilegal, mematikan negosiasi damai dan memicu sanksi.
"Saya menganggap perlu untuk membuat keputusan yang seharusnya sudah dibuat sejak lama, untuk segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk," tegas Presiden Putin, dikutip VOI dari Reuters, 22 Februari.
Sebelumnya, dia mengatakan, "Jika Ukraina bergabung dengan NATO, itu akan menjadi ancaman langsung bagi keamanan Rusia."
Presiden Putin telah bertahun-tahun bekerja untuk memulihkan pengaruh Rusia atas negara-negara yang muncul setelah runtuhnya Uni Soviet, dengan Ukraina memegang tempat penting dalam ambisinya.
Rusia menyangkal rencana untuk menyerang tetangganya, tetapi telah mengancam tindakan "teknis militer" yang tidak ditentukan kecuali menerima jaminan keamanan menyeluruh, termasuk janji bahwa Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Pengakuan terhadap wilayah yang dikuasai separatis membuka jalan bagi Presiden Putin untuk mengirimkan pasukan militer wilayah tersebut dengan alasan bahwa dia melakukan intervensi sebagai sekutu untuk melindungi separatis dari pasukan Ukraina.
Namun, langkah ini akan mempersempit opsi diplomatik untuk menghindari perang, karena ini merupakan penolakan eksplisit terhadap gencatan senjata tujuh tahun yang dimediasi oleh Prancis dan Jerman, yang disebut-sebut sebagai kerangka kerja untuk negosiasi di masa depan mengenai krisis yang lebih luas.