Industri Kopi Nasional Berpeluang Geser Brand Dunia
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. (Dok. Antara)

ACEH - Beberapa waktu lalu Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan bahwa industri kopi merupakan salah satu penggerak ekonomi nasional. Ekspor kopi pada 2021 mengalami kenaikan dibanding tahun lalu. Produksi kopi menurun, tetapi harganya naik.

"Kopi menggerakkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi, baik di hulu dan hilir," terang Teten dalam Dialog Kopi Tanah Air yang digelar DPP PDI Perjuangan pada Senin, 17 Januari, dikutip VOI.

Industri Kopi untuk Ekonomi

Menurutnya, kopi nasional mampu menggeser brand besar dunia. Dia juga mengatakan, kopi memiliki semangat nasionalisme untuk kebangkitan ekonomi Indonesia.

Terkait akses pembiayaan, terang Teten, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan 30 persen kredit perbankan harus untuk UMKM. Setiap tahun kredit usaha rakyat (KUR) terus naik, pada 2020 Rp190 triliun, 2021 Rp285 triliun, 2022 Rp373 triliun.

"Kami juga mendukung di hulu. Tidak bisa membangun kedaulatan pangan, tetapi basis produksi petani kecil dengan lahan yang sempit. Pengembangan model bisnis yang terintegrasi hulu-hilir, dari mulai produksi, pembiayaan, rantai pasok dan pemasaran," katanya.

Menurut Teten, Indonesia punya modal untuk mendunia. Dia mencontohkan, Koperasi Baitul Qiradh (KBQ) Baburrayyan Takengon, Kabupaten Aceh Tengah menguasai ekspor 345 ton arabika yang bahkan mengisi stok ke Starbuck.

Tantangan Industri Kopi Nusantara

Teten mengungkap tantangan produksi kopi nusantara yang dilakukan oleh UMKM. Tantangannya, mulai dari kelembagaan hingga akses pembiayaan. Karena itu, Teten mengatakan bahwa kelembagaan usahanya perlu diperkuat.

"Kopi itu bagaimana kelembagaan usahanya kita perkuat. Bukan lagi usaha usaha perorangan, petani-petani kecil, ini harus kita konsolidasi lewat koperasi. Sehingga biaya produksinya menjadi lebih efisien, tidak lagi sekarang kurang efisien," ucapnya.

Kemudian, lanjut Teten, produktivitas pelaku industri kopi UMKM masih stagnan, sehingga perlu ditingkatkan. Lalu, kualitasnya pun tidak konsisten. Karena itu, Teten menegaskan metode pengolahan dari hulu sampai hilir harus ditingkatkan.

Tantangan selanjutnya, kata Teten, minimnya dukungan riset dan pengembangan (R&D), perawatan dan pemupukan. Padahal, menurut Teten, Indonesia sudah memiliki pusat penelitian kopi sejak lama.

"Kita sudah punya Puslitkoka (Pusat Penelitian Kakao dan Kopi) di Jember sejak zaman kolonial. Di sana banyak peneliti hebat dan banyak hasil penelitian yang kita perlu terus dukung pengembangan produksinya," ucapnya.