Mengenal 7 Pakaian Adat NTB Beserta Filosofinya
Ilustrasi pakaian adat NTB dari berbagai suku yang wajib diketahui (Sumber: Selasar)

Bagikan:

ACEH - Pakaian adat di Indonesia memiliki makna tersendiri, terutama bagi masyarakat yang memakainya. Makna pakaian adat di satu daerah berbeda dengan daerah yang lain karena berhubungan dengan penggalian kekayaan budaya lokal. Salah satu pakaian adat yang kaya akan nilai budaya adalah pakaian adat NTB (Nusa Tenggara Barat).

Provinsi NTB meliputi dua pulau, yaitu Lombok dan Sumbawa. Di dalamnya terdapat beberapa suku asli dan beberapa suku pendatang. Jika Anda tertarik untuk apa saja pakaian adat NTB dan makna di baliknya, berikut VOI paparkan informasinya. 

Beberapa Pakaian Adat NTB 

1. Pakaian Adat Rimpu

Rimpu adalah pakaian adat suku Dompu. Rimpu khusus dikenakan oleh perempuan dan dibedakan fungsi serta statusnya dalam kehidupan sosial. Bagi perempuan yang sudah menikah, ia mengenakan rimpu colo. Sementara, perempuan yang belum menikah mengenakan rimpu mpida.

Rimpu merupakan jilbab khas Dompu yang terdiri dari dua lembar kain sarung. Pakaian adat ini, secara filosofis dipahami sebagai kain untuk menjaga diri, dihormati orang lain, dan menutup aurat.

2. Pakaian Adat Ketente Tembe

Pakaian adat yang dikenakan pria suku Dompu disebut dengan ketente tembe. Pakaian ini biasa dipakai untuk ke ladang. Bentuknya celana pendek terbuat dari kain. Selain ketente tembe, dalam keseharian pria suku Dompu memakai baju koko.

3. Pakaian Adat Lambung

Kebaya yang terbuat dari tenun disebut dengan lambung. Pakaian adat di NTB yang wajib diketahui ialah jenis kebaya sepanjang pinggang dengan lengan pendek longgar. Yang bikin pakaian ini khas, warna dasarnya hitam dengan kerah berpotongan "V".

Untuk bawahan pakaian adat lambung mengenakan sarung. Mayoritas motifnya bergambar flora. Sabuk Anteng dipakai untuk mengikat sarung. Nah, aksesoris berupa anting bentuknya bulat. Dibuat dari daun lontar dengan sepuhan perak. Pakaian adat lambung dari suku Sasak lengkap dengan gelang tangan dan kaki.

4. Pakaian Adat Pegon

Pakaian adat pegon dikenakan kaum pria suku Sasak. Secara potongan bagian atasan, pakaian ini mendapat pengaruh dari budaya Jawa dan gaya busana Eropa. Bagian bawah, dililit kain songket atau dikenal dengan leang atau dodot lengkap diselipkan keris. Bagian bawahan juga ditutup dengan kain wiron. Panjangnya sampai mata kaki.

Kain yang dililit memiliki motif campuran. Filosofi pakaian adat NTB dari suku Sasak ini, khususnya bagian wiron menyimbolkan kerendah-hatian. Penutup kepala atau disebut sapuq memaknai penghormatan kepada Tuhan Sang Pencipta dan menjaga kebersihan pikiran.

5. Pakaian Adat Poro

Pakaian adat selanjutnya warnanya cenderung gelap dan tak bermotif. Berwarna hitam, biru tua, cokelat tua, dan ungu yang dikenakan untuk para ibu. Nah, untuk warna-warna cerah, khususnya merah dipakai untuk para gadis. Sedangkan warna kuning dan hijau dikenakan oleh perempuan bangsawan.

Bawahan dari poro, memakai sarung palekat dengan motif garis atau kotan-kotak. Dipakai sepanjang mata kaki serta dilengkapi dengan aksesoris berupa gelang dan anting.

6. Pakaian adat Poro Rate dan Pasangi

Di Bima, pengantin perempuan memakai pakaian adat disebut poro rante. Warnanya merah cerah dengan hiasan bentuk bunga bersepuh emas. Biasanya dipadukan dengan bawahan dari kain songket atau tembe songke dengan motif bunga kakando, samobo, atau satako.

Mengutip Selasar, songket ini diikat dengan sabuk keemasan bernama salepe. Nah, pengantin umumnya juga membawa pasapu atau sapu tangan berbahan sutra berhias sulaman benang perak. Ditambah lagi hiasan kepala yang disebut dengan kembang goyang atau jungge dondo.

Pasangi ialah sebutan pakaian adat yang dikenakan pengantin pria suku Bima. Pakaian ini terdiri dari baju atasan lengan panjang warna merah, cokelat, atau hitam. Sementara bagi pengantin bangsawan, mengenakan warna hijau atau kuning. Pakaian ini terlihat elegan, sebab bersulam benang emas atau perak.

Baju bawahan memakai celana panjang, sorowa dondo yang juga berhias sulaman benang emas atau perak. Kain songket dipakai untuk sarung dipakai sepanjang lutut. Biasanya dipakai bermotif pasangan dengan pengantin perempuan. Aksesoris yang dikenakan pengantin pria, antara lain ikat pinggang, sebilah keris, dan sapu tangan berwarna kuning atau disebut dengan pasapu monca.

7. Pakaian Adat Donggo

Donggo merupakan nama salah satu suku di Kabupaten Bima. Pakaian tradisional yang dikenakan masyarakat suku ini mayoritas berwarna hitam. Pakaian ini identik dikenakan saat upacara ritual kematian. Ikat pinggang Salongo dari tenun benang kapas.

Untuk remaja laki-laki, benang kapas dipakai yang berwarna hitam dengan corak garis putih. Uniknya, model potongan leher busananya berbentuk bundar atau disebut baju mbolo wo’o. Salongo berwarna merah atau kuning untuk sabuk sekaligus menyematkan pisau.

Bagi perempuan yang sudah dewasa mengenakan pakaian kababu, berupa baju hitam berlengan pendek. Umumnya terbuat dari benang katun. Untuk bawahannya mengenakan celana sepanjang bawah lutut yang disebut dengan deko. Para remaja mengenakan kani dou sampela.

Artikel ini telah tayang dengan judul 7 Pakaian Adat NTB dari Berbagai Suku yang Wajib Diketahui.

Selain pakaian adat NTB, ikuti berita Aceh terkini. Klik link tersebut untuk berita paling update wilayah Aceh.