Aturan Pengeras Suara di Masjid dan Musala Disebut Tak Sesuai Kearifan Lokal Aceh
Ilustrasi - pemasangan pengeras suara (ANTARA)

Bagikan:

ACEH - Beberapa waktu lalu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Farid Nyak Umar, meminta Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, mencabut Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022. Ini merupakan SE terkait aturan pengeras suara di masjid dan musala.

"Kami menerima banyak masukan dari para ulama, tokoh masyarakat, dan kalangan ormas yang mendesak agar SE Menag Nomor 5 tahun 2022 ini dicabut sebab bisa menimbulkan kegaduhan di kalangan umat," terang Farid Nyak Umar, di Banda Aceh, Kamis, 24 Februari, dikutip VOI dari Antara.

Aturan Pengeras Suara Tak Sesuai Kearifan Lokal

Farid menjelaskan, SE tersebut tidak sesuai dengan kearifan lokal atau local wisdom yang ada di beberapa daerah di Tanah Air. Salah satu yang jadi contoh penekanan adalah untuk Provinsi Aceh, terutama Kota Banda Aceh, yang menerapkan syariat islam.

"Apalagi, Banda Aceh toleransi antarumat beragama berjalan dengan sangat baik dan tidak pernah ada konflik agama," terangnya.

Dia menerangkan, melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), Aceh memiliki kekhususan dalam pelaksanaan syariat Islam, termasuk penggunaan pengeras suara yang digunakan untuk mengumandangkan azan dan lainnya yang menjadi bagian dari syiar islam.

Sebagai salah seorang unsur forkopimda, lanjut Farid, dirinya telah berkomunikasi dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan semuanya sangat toleran. Kemudian, selama ini belum pernah ada warga non-muslim yang komplain dengan kumandang suara azan.

"Jadi di Aceh tidak ada yang merasa terganggu atau terusik kenyamanannya karena pengeras suara di masjid tersebut," demikian Farid.

Perilisan Aturan Pengeras Suara di Masjid dan Musala

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan edaran perihal aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05/2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara.

"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.​​​​​​​

Yaqut mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala merupakan kebutuhan bagi umat islam sebagai salah satu media syiar islam di tengah masyarakat.

Tetapi di sisi lain, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya demi merawat persaudaraan dan harmoni sosial.