Penelitian Hubungan COVID-19 dengan Reumatik Autoimun
Ilustrasi Reumatik (Foto: ANTARA)

Bagikan:

ACEH – Belum ada data yang cukup untuk memastikan apakah sembuh dari COVID-19 bisa memicu penyakit reumatik autoimun atau tidak. Hal tersebut diungkapkan oleh Dokter spesialis penyakit dalam kosultan reumatologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Rudy Hidayat.

Dia menjelaskan, para ahli kesehatan masih melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan tersebut. Penyakit reumatik autoimun merupakan hasil interaksi adanya faktor genetik yang memudahkan munculnya kondisi autoimun, ditambah faktor lingkungan.

"Faktor lingkungan yang banyak diteliti salah satunya adalah infeksi virus, tetapi untuk infeksi COVID-19 tentu belum cukup data untuk memastikan hal tersebut," terang Rudy dikutip VOI dari ANTARA, Sabtu, 4 Desember.

"Beberapa jurnal melaporkan adanya pasien-pasien yang didiagnosis arthritis rheumatoid (RA) pascainfeksi COVID-19. Namun, hasil penelitian belum diungkapkan secara luas," tutur Rudy.

Reumatik Autoimun dan Pasien Autoimun

Terkait kondisi yang dialami pasien reumatik terutama reumatik autoimun pascainfeksi COVID-19, Rudy merujuk berbagai laporan yang ada mengatakan, infeksi COVID-19 memberikan dampak yang lebih besar pada pasien dengan autoimun, terlebih lagi dengan terapi imunosupresan atau obat yang menekan sistem imun.

Selain itu, infeksi juga bisa menjadi pemicu aktivitas penyakit autoimun. Hal ini menjadi dasar mengapa pasien autoimun dianjurkan untuk segera melakukan vaksinasi COVID-19, terutama pada kondisi autoimun yang terkendali, karena keuntungannya yang lebih besar dibandingkan risikonya.

"Sedangkan untuk kondisi pascainfeksi, nampaknya tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang berkaitan dengan kondisi autoimun yang diderita, kecuali adanya post-covid syndrome yang dapat memperberat kondisi autoimun," tutur Rudy.

"Beberapa jurnal melaporkan adanya pasien-pasien yang didiagnosis arthritis rheumatoid (RA) pascainfeksi COVID-19. Namun, hasil penelitian belum diungkapkan secara luas," tutur Rudy.

Dia menjelaskan, hal tersebut perlu dievaluasi dan diteliti oleh dokter yang menangani. Ini demi membedakan mana yang merupakan manifestasi dari reumatik-autoimun, mana yang merupakan manifestasi post-covid syndrome, atau justru kombinasi keduanya.

Rematik dan COVID-19

Bagi Anda yang mengalami gejala post-covid syndrome yang menuju kepada gejala reumatik, ataupun penyakit reumatik autoimun, Rudy menyarankan segera berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan reumatologi.

"Penanganan dini pada gejala, dapat membantu mempercepat pemulihan," ujar dia.

Penyakit reumatik terjadi saat ada gangguan yang melibatkan sistem organ muskuloskeletal yakni sendi, otot, tulang, dan struktur jaringan ikat) dan autoimun.

Sementara, COVID-19 disebabkan oleh infeksi virus severe acute respiratory syndrome 2 (SARS-CoV-2) yang menyebabkan kelainan atau gangguan pada sistem organ pernapasan dan berbagai sistem organ yang lain.

Para pakar kesehatan masih membahas kaitan penyakit reumatik terutama kelompok reumatik-autoimun atau penyakit reumatik yang disebabkan autoimun dengan kondisi pascainfeksi COVID-19.

Berbagai laporan dari seluruh pelosok dunia, tentang kondisi individu pasca infeksi COVID-19 menunjukkan, lebih dari 50 persen pasien masih memiliki beberapa gejala gangguan muskuloskeletal yang menetap dalam jangka waktu yang cukup lama hingga 6-9 bulan setelah infeksi.

Kondisi yang dikenal dengan post-COVID syndrome atau long-COVID condition ini sangat mungkin juga disertai gangguan pada sistem organ yang lain, terutama paru dan jantung.

Beberapa gejala gangguan muskuloskeletal yang dilaporkan antara lain kelemahan lengan atau tungkai, nyeri otot, nyeri sendi, kekakuan, bengkak dan kesemutan, juga keluhan kelelahan.

Pasien-pasien dengan keluhan-keluhan yang menetap ini bukan hanya pasien yang sebelumnya dengan infeksi COVID-19 sedang atau berat, tetapi juga pasien dengan infeksi yang ringan.

"Para dokter ditantang untuk dapat mengenali kondisi ini dan membedakan dengan kondisi kronis lain, termasuk reumatik autoimun yang memerlukan terapi jangka panjang," kata Rudy.

Dia mengatakan, terapi pada kondisi post COVID-19 nantinya lebih bersifat simtomatik dan rehabilitatif, baik dengan obat-obatan maupun dengan modalitas terapi fisik atau latihan fisik.

Artikel ini telah tayang dengan judul Dokter Pelajari Munculnya Reumatik Autoimun pada Penyitas COVID-19.

Selain perumatik autoimun pada penyitas COVID-19, ikuti berita serta info menarik dari dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Aceh.