5 Risiko Menjadi Orang yang Terlalu Baik, Kesehatan Mental Terancam
Ilustrasi sisi rentan yang dialami orang terlalu baik (iStockphoto)

Bagikan:

ACEH - Menahan emosi negatif bisa menyebabkan kecemasan dan depresi. Perilaku ini biasanya dialami atau dilakukan oleh orang yang terlalu baik. Tipe orang ini bahkan bisa membunuh keinginan diri sendiri dan tidak memberikan batasan yang tegas terkait sikap kebaikan dirinya kepada orang lain. Selain itu, orang yang terlalu baik biasanya memiliki tingkat kepekaan yang tinggi.

Menurut psikolog klinis, Robert Taibbi, orang baik kerap menjadi sukarelawan untuk tugas yang tidak diinginkan oleh siapa pun. Orang yang terlalu baik biasanya selalu siap membantu orang lain meski masih banyak urusan yang harus dia selesaikan. Orang yang terlalu baik tak hanya sangat peka, tetapi juga mudah bergaul dan jarang berdebat.

Jika dilihat dari tampak luar, orang yang terlalu baik adalah orang yang disukai oleh banyak orang. Namun, sifat ini bisa menjadi hal yang buruk bagi kesehatan mentalnya. Taibbi kemudian menjelaskan apa saja yang rentan dialami oleh orang terlalu baik, dilansir Psychology Today.

Beberapa Risiko Menjadi Orang yang Terlalu Baik 

1. Menahan emosi negatif yang secara alami muncul

Secara alami, manusia memiliki berbagai emosi, selain emosi positif juga emosi negatif. Orang yang terlalu baik, cenderung menginternalisasi atau menahan emosi negatif. Hasil dari keseringan tidak menyalurkan emosi negatif secara tepat, ialah depresi, kecemasan, hingga kecanduan.

2. Bertindak di luar kebiasaan

Apabila diliputi kecemasan dan depresi, terutama karena menahan perasaan negatif, seseorang berisiko bertindak di luar kebiasaan. Taibbi mencontohkan perilaku di luar kebiasaan, antara lain one night stand dalam perjalanan bisnis, pergi ke pesta, kemarahan tak terkontrol, hingga marah pada orang secara salah. Ini dilakukan untuk melepaskan tekanan, tetapi caranya enggak tepat.

3. Selalu mengkritisi diri sendiri

Seseorang, kadang menjadi baik karena cenderung menyalahkan diri sendiri daripada orang lain. Ini menyebabkan orang lain bertindak satu hal yang harusnya tidak dilakukan. Ini cara hidup yang ‘menyedihkan’ menurut Taibbi. Karena jika ada satu hal yang tidak seharusnya dilakukan orang lain, misalnya pelecehan secara verbal atau bahkan fisik, perlu diatasi bukan diterima karena menganggap diri salah.

4. Kebencian yang menumpuk

Menumpuk kebencian sering kali dapat memicu manipulasi. Tetapi terkadang hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengkomunikasikannya. Namun tak jarang justru hanya mengharap orang lain tahu tanpa mengekspresikan apa yang dibutuhkan.

5. Sering merasa jenuh

Jika melakukan hal berat sepanjang waktu, menahan perasaan dan selalu menjadi orang baik, seseorang bisa rentan mengalami keruntuhan. Mungkin kelelahan, sakit secara fisik, atau depresi berat. Kelelahan, mungkin menjadi tanda kalau Anda perlu istirahat hingga pulih kembali. Pun dengan tanda lainnya, yang nyatanya perlu dievaluasi berkaitan dengan kebutuhan emosional.

Lantas apakah berarti tidak perlu bersikap baik? Tentu saja tidak, kata Taibbi. Tetapi perlu dibedakan mana yang bernilai dan mana yang membuat Anda cemas. Ketika kebaikan Anda memicu kecemasan, maka evaluasi kembali apa yang tidak harus Anda lakukan. Sebisa mungkin, Anda melakukan kebaikan bukan karena ‘harus’ tetapi menimbang kebutuhan diri sendiri.

Artikel ini telah tayang dengan judul Orang yang Terlalu Baik, Menurut Psikolog Klinis Rentan Mengalami 5 Hal Ini.

Selain persoalan yang dihadapi oleh orang yang terlalu baik, ikuti berita Aceh terkini. Klik link tersebut untuk berita paling update wilayah Aceh.