Efek Memendam Emosi bagi Kekebalan Tubuh
Ilustrasi memendam emosi (unsplash)

Bagikan:

ACEH - Memendam perasaan tidaklah disarankan. Apa akibatnya jika perasaan atau emosi dipendam tanpa diekspresikan? Dilansir Healthline, represi emosional atau menekan perasaan sering dilakukan oleh sebagian orang, baik saat menghadapi penindasan maupun tertekan.

Menekan emosi biasanya dilakukan demi menjaga keadaan. Amarah bisa menghancurkan hubungan, jadi tak sedikit orang yang memilih untuk menahannya. Bahkan, perasaan ditahan juga dengan pertimbangan rasa malu dan penyangkalan.

Emosi yang kerap ditahan, antara lain kemarahan, frustasi, kesedihan, ketakutan, dan kekecewaan. Pada dasarnya, emosi yang disimpan atau ditahan bisa memicu anggapan negatif dari orang lain. Misalnya, penilaian sebagai seorang pemarah, penakut, dan lain sebagainya.

Efek Memendam Emosi terhadap Tubuh

Sebuah studi menghubungkan represi emosional dengan penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh.

Ketika sistem kekebalan tubuh tidak bekerja secara efektif, seseorang bisa lebih sering sakit dan lambat pemulihannya. Perasaan yang ditahan juga memengaruhi kondisi kesehatan, khususnya berkaitan dengan kesehatan mental, seperti stres, kecemasan, dan depresi.

Memendam perasaan juga dibuktikan bisa menyebabkan problem pada fisik atau tubuh. Beberapa masalah tersebut, antara lain otot tegang hingga nyeri, mual dan mengalami masalah pencernaan, perubahan nafsu makan, serta masalah tidur. 

Trauma masa kecil turut berperan membentuk kebiasaan enggak total mengungkapkan atau menyadari perasaan. Kemarahan yang tidak selesai, juga diduga berkontribusi memicu berbagai penyakit, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular.

Orang yang cenderung kesulitan mengungkapkan perasaannya merupakan tanda merepresi emosinya. Biasanya, mereka sulit untuk menggambarkan aspek-aspek tertentu dari kehidupan.

Tanda-tanda lainnya antara lain merasa mati rasa atau kosong, gugup, rendah diri, stres dalam waktu yang lama, cenderung melupakan sesuatu, gelisah dan enggak nyaman ketika orang lain bercerita tentang perasaannya.

Untuk mengatasinya, disarankan untuk berkonsultasi pada terapis. Atau Anda bisa memulai dengan memahami dan menamai perasaan.

Cara ini disebut dengan emotionally focused therapy (EFT) yang menekankan ekspresi emosional sebagai komponen penting dari pengalaman personal dan kemampuan berelasi dengan orang lain. Caranya, tanyakan pada diri sendiri tentang perasaan Anda saat ini.

Cobalah menggunakan kata-kata atau warna dalam jurnal, bisa berupa teks maupun karya seni. Pakai sudut pandang ‘saya’.

Fokuslah pada hal-hal positif dengan tujuan menjadi lebih nyaman dengan emosi Anda, termasuk emosi negatif seperti marah, kecewa, dan takut. Tinggalkan penghakiman atau kritik terlampau tajam pada diri sendiri.

Artikel ini telah tayang di VOI.id dengan judul Alih-Alih Menjaga Keadaan, Memendam Perasaan Justru Berisiko Menurunkan Fungsi Kekebalan Tubuh. Waktunya Merevolusi Pemberitaan!