ACEH - Pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menilai Bank Indonesia perlu segera menghentikan kebocoran data mengingat hingga Minggu, 30 Januari, malam grup ransomware conti masih melanjutkan ancaman untuk membuka lebih banyak data bocor milik Bank Indonesia.
"Hingga 30 Januari 2022, serangan dari grup ransomware conti ini sudah di-update sampai empat kali," terang Pratama Persadha dikutip VOI dari Antara, Senin, 31 Januari.
Melalui unggahan terbaru di akun Twitter @darktracer_int pada Minggu, diketahui bahwa ransomware conti masih mengunggah data internal Bank Indonesia yang mereka curi.
Unggahan Pencurian Data di Bank Indonesia Meningkat
Ia menjelaskan, unggahan data Bank Indonesia yang sebelumnya berukuran 487 megabita, naik menjadi 44 gigabita, kemudian 130 gigabita, hingga Minggu bertambah lagi menjadi 228 gigabita.
Pada tangkapan layar yang dicuitkan juga diklaim bahwa 228 gigabita tersebut hanya 6 persen dari total kebocoran data yang dimiliki grup ransomware conti.
Jika klaimnya benar, terang Pratama, bisa dipastikan bahwa total data kebocoran internal bank sentral Republik Indonesia yang dimiliki oleh grup ransomware conti berjumlah 3,8 terabita.
BACA JUGA:
Bila dibandingkan dengan 91 juta data Tokopedia yang hanya sebesar 28 gigabita, berisi banyak data pribadi di dalamnya, seperti user ID, email, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor handphone, dan password.
"Maka, kebocoran data BI merupakan kasus yang luar biasa. Hingga saat ini rekor kebocoran terbesar masih dipegang kasus Sony Picture sebesar 10 terabita atau 10.000 gigabita. Hal ini terjadi pada tahun 2014," ujarnya.
Ransomware Conti Berbahaya
Pratama menerangkan, semua serangan mengincar data. Selain 91 juta data Tokopedia, ada data e-HAC Kemenkes, BRI Life, Pertamina-PTC, dan saat ini Bank Indonesia.
Menurutnya, hal ini menjadi berbahaya karena hampir semua lembaga pemerintah mempunyai data penting dan rahasia. Oleh sebab itu, selain mitigasi, hal yang harus diperhatikan adalah kesadaran keamanan siber sejak membangun sistem dan faktor keamanan menjadi prioritas.
Ia menegaskan bahwa penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang mengalami peretasan serta kebocoran wajib transparan kepada masyarakat.
Disinggung pula mengenai penambahan jumlah komputer internal milik BI yang diklaim disusupi oleh grup ransomware conti, yakni semula 16 unit, hingga 30 Januari 2022 bertambah menjadi 513 unit.
"Ini membuktikan bahwa komitmen mereka memang masuk sangat dalam ke sistem milik Bank Indonesia. Ini juga menegaskan bahwa reputasi geng ransomware conti sebagai grup hacker yang sangat berbahaya," terang Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC.
Di lain pihak, Pratama mengungkapkan kebocoran data yang berlanjut ini mungkin menjadi bukti bahwa Bank Indonesia tidak menuruti kemauan dari peretas conti, misalnya, dengan meminta tebusan sejumlah uang.
"Jadi, kasus ini memang bukan peretasan baru, melainkan memang conti mengeluarkan sedikit demi sedikit dari data yang mereka dapat untuk mengancam korbannya yang dalam hal ini pihak Bank Indonesia," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang dengan judul Pemerintah Harus Cari Cara Hentikan Pencurian Data di Bank Indonesia.
Selain pencurian data di Bank Indonesia, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI Aceh.