JAKARTA - Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi Fifi Aleyda Yahya menegaskan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia turut bertanggung jawab untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi anak.
Kewajiban tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas yang baru diterbitkan beberapa waktu lalu.
“Ini bukan hanya tugas pemerintah atau orang tua, tapi juga PSE sebagai penyedia platform. Mereka wajib menyediakan fitur yang melindungi anak dari konten berbahaya,” ujar Fifi dikutip Senin, 28 April.
Kemkomdigi pun mengapresiasi langkah sejumlah PSE yang telah memblokir fitur berisiko bagi anak, seperti live streaming dan pembuatan akun tanpa verifikasi usia.
Karena menurut Fifi, kolaborasi antara pemerintah, PSE, dan masyarakat sangat krusial untuk memastikan implementasi PP Tunas berjalan dengan optimal.
Dengan adanya PP Tunas, Komdigi berharap ekosistem digital Indonesia semakin inklusif dan aman bagi generasi muda. Pemerintah akan terus memantau komitmen PSE dalam menerapkan kebijakan perlindungan anak di platform masing-masing.
Sementara itu, Menkomdigi Meutya Hafid juga telah menegaskan bahwa PP Tunas ini bukan untuk membatasi anak mengakses internet, melainkan membimbing mereka menggunakan teknologi yang aman dan bertanggung jawab.
BACA JUGA:
Dukungan terhadap regulasi ini juga datang dari kalangan ahli. Pakar Hukum Digital Universitas Atma Jaya Indri D. Saptaningrum menyebut PP Tunas sebagai respons progresif pemerintah terhadap dinamika teknologi.
"Regulasi ini mengadopsi pendekatan berbasis risiko dan menekankan perlindungan data pribadi anak, sesuatu yang patut diapresiasi," ujarnya.
Sementara Psikolog dan Dewan Pakar PSPK Anindito Aditomo turut mengingatkan dampak jangka panjang paparan konten digital berbahaya bagi anak, seperti adiksi gawai dan gangguan kecemasan.