JAKARTA – Proses kesepakatan untuk memisahkan aset TikTok di Amerika Serikat kembali menemui jalan buntu setelah pemerintah China mengindikasikan akan menolak kesepakatan tersebut. Hal ini menyusul pengumuman tarif balasan oleh Presiden AS Donald Trump pekan ini.
Trump pada Jumat 4 April memperpanjang tenggat waktu selama 75 hari bagi ByteDance untuk menjual aset TikTok di AS kepada pembeli non-China, atau menghadapi pelarangan aplikasi yang seharusnya mulai berlaku pada Januari di bawah undang-undang yang disahkan tahun 2024.
Kesepakatan yang sudah mencapai struktur akhir pada Rabu 3 April, menurut salah satu sumber, akan membentuk entitas baru berbasis di AS untuk mengelola TikTok. Entitas ini akan dimiliki mayoritas oleh investor AS, sementara ByteDance hanya memiliki kurang dari 20% saham.
Persetujuan telah diberikan oleh investor lama dan baru, ByteDance, serta pemerintah AS. Namun, China diperkirakan akan menolak kesepakatan tersebut karena ketegangan tarif perdagangan.
"China telah menyampaikan posisinya terkait TikTok dalam berbagai kesempatan. China selalu menghormati dan melindungi hak serta kepentingan sah perusahaan, dan menentang praktik-praktik yang melanggar prinsip dasar ekonomi pasar," ungkap Kedutaan Besar China di Washington.
Sementara TikTok menolak memberikan komentar terkait hal itu.
Menurut laporan Associated Press, China secara tidak langsung menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut.
Trump menjelaskan alasan memperpanjang tenggat waktu dalam sebuah unggahan di media sosial. “Kesepakatan ini masih membutuhkan beberapa penyesuaian untuk memastikan semua persetujuan diperoleh. Kami berharap tetap bisa bekerja sama dengan China, meskipun saya mengerti mereka tidak senang dengan tarif balasan kami," kata Trump.
Trump pekan ini menaikkan tarif terhadap barang-barang impor dari China sebesar 34%, sehingga total menjadi 54%, dan China merespons dengan balasan serupa pada Jumat.
Meskipun demikian, Trump menyatakan dirinya bersedia menurunkan tarif tersebut jika bisa mencapai kesepakatan dengan ByteDance untuk menjual TikTok, yang saat ini digunakan oleh sekitar 170 juta orang di AS.
Ia juga mengatakan ada empat kelompok investor yang sedang didekati dalam proses akuisisi TikTok, meskipun belum mengungkap siapa saja mereka.
Proses yang Rumit dan Politik Tinggi
Kendala utama dalam kesepakatan ini tetap pada persetujuan dari pemerintah China, yang hingga kini belum membuat komitmen terbuka untuk menyetujui penjualan tersebut. Hal ini menegaskan kembali betapa sensitif dan politisnya keberadaan TikTok di tengah ketegangan hubungan dagang dan teknologi antara AS dan China.
“Kami menantikan kerja sama dengan TikTok dan China untuk menyelesaikan kesepakatan ini. Kami tidak ingin TikTok hilang begitu saja,” ujar Trump.
Undang-undang pembatasan terhadap TikTok sebelumnya disahkan oleh Kongres dengan dukungan bipartisan besar. Presiden AS dari Partai Demokrat saat itu, Joe Biden, juga menandatanganinya menjadi undang-undang.
Namun, Trump yang memulai masa jabatan keduanya pada 20 Januari 2025 memutuskan untuk tidak langsung menegakkan larangan tersebut. Departemen Kehakiman AS bahkan memberi tahu Apple dan Google bahwa hukum tersebut belum akan ditegakkan, memungkinkan TikTok kembali tersedia untuk diunduh.
Tenggat waktu baru kini diperpanjang hingga pertengahan Juni.
BACA JUGA:
Investor Potensial dan Klarifikasi Walmart
Sementara itu menurut laporan Reuters sebelumnya, rencana terbaru difokuskan pada investor non-China terbesar di ByteDance, termasuk Jeff Yass dari Susquehanna International Group dan Bill Ford dari General Atlantic, yang memimpin pembicaraan dengan Gedung Putih. Mereka ingin membentuk entitas baru TikTok di AS dengan kepemilikan China yang sangat kecil di bawah 20%, agar sesuai dengan hukum AS.
Sementara itu, Walmart yang sempat disebut-sebut akan bergabung dengan kelompok investor ini membantah laporan tersebut. Juru bicara Walmart menyebut laporan dari ABC News sebagai tidak akurat dan menyatakan bahwa berita tersebut telah dihapus dari situs ABC.
Walmart sebelumnya memang pernah dikaitkan dengan TikTok pada 2020 saat berupaya membeli aplikasi ini bersama Microsoft.