Riwayat Topeng Paruh Burung <i>Plague Doctor</i>, Garda Terdepan Melawan Wabah <i>Black Death</i>
Ilustrasi (Wikimedia Commons)

Bagikan:

"Di Roma para dokter hadir,

Ketika para pasien yang dirawat memanggil,

Di tempat-tempat wabah yang menggemparkan,

Topi dan jubah mereka tergolong mode terbaru,

Terbuat dari kain minyak, bercorak gelap,

Topi mereka dirancang dengan kacamata,

Dengan harapan bisa menangkal wabah,

Dari udara kotor yang mungkin membahayakan."

Dr. Nathaniel Hodges

JAKARTA - Begitulah isi puisi populer karya Dr. Nathaniel Hodges pada abad ke-17. Lewat puisi itu, ia menggambarkan kostum tak lazim yang digunakan oleh "plague doctor", para dokter yang memiliki tugas menangani pasien wabah pes atau black death di Eropa.

Kostum yang digunakan plague doctor kala itu memang menarik. Jika biasanya para dokter identik dengan kostum berwarna putih, khusus pada masa black death menyerang Eropa, para dokter justru mengenakan kostum dominan warna hitam. Tak cuma pakaian, topeng dengan paruh burung panjang atau dikenal dengan plague mask atau long beaked mask juga jadi hal yang menarik perhatian.

Topeng tersebut sempat jadi penanda bagi para dokter yang akan mengobati pasien wabah pes. Saking ikoniknya, kostum yang dirancang oleh dokter Prancis, Charls De Lorme (1584-1678) itu bahkan sempat jadi simbol dari mereka yang berprofesi sebagai ahli kesehatan.

Terkait topeng atau masker yang menyerupai paruh burung, John Henderson dalam buku berjudul Florence Under Siege: Surviving Plague in an Early Modern City (2019), mengungkapkan alasannya. Menurut Henderson, paruh pada topeng berfungsi sebagai wadah untuk meletakkan berbagai rempah herbal, seperti mint, sari mawar, dan lainnya. Segala rempah itu penting untuk melawan aroma busuk korban black death. Selain itu, topeng paruh juga berfungsi sebagai penyaring udara yang terkontaminasi wabah.

Henderson juga berpendapat, “... kostum ini mencerminkan pandangan modern untuk perlindungan terhadap wabah. Jubah dari kulit yang berlapis lilin, lensa yang menutupi mata, sarung tangan yang terbuat dari kulit, dan penutup wajah, yang semuanya berguna untuk menghambat penyerapan udara yang terinfeksi dan berbau busuk,” tertulis.

Kostum tersebut jadi paripurna dengan perlengkapan berupa tongkat yang digunakan para dokter untuk berinteraksi dengan pasien yang terkenal wabah. Guna tongkat semakin jelas, yakni agar sang dokter tak perlu melakukan kontak langsung dengan pasien.

Segala perlengkapan yang digunakan para dokter kala itu amat penting sebagai pelindung diri mengingat saat itu tak diketahui penyebab utama dari penyebaran wabah. Para dokter kala itu menarik kesimpulan sementara bahwa wabah berasal dari racun rawa yang disebut miasma.

Topeng plague doctor (Wikimedia Commons)

Mencegah penularan

Mary Dobson, dalam buku berjudul Murderous Contagion: A Human History of Disease (2014) membenarkan kondisi kebingungan itu. “Penularan penyakit tidak diketahui pada waktu itu. Sarung tangan dan masker yang panjang berlapis lilin mungkin turut melindungi si pemakai dari gigitan kutu," ditulis Dobson.

"Di Genoa, pada tahun 1657, pemuka agama Kristen, Antero Maria da San Bonaventura, memperhatikan bahwa pakaian pelindung itu merupakan cara yang bagus agar tidak tergigit,” lanjutnya.

Dalam arti lain, kostum tersebut dibuat untuk perlindungan bagi plague doctor yang dengan keberaniannya memutuskan tetap tinggal di kota. Selain lewat kostum, upaya mencegah penularan juga dilakukan dengan mengisolasi para plague doctor. Mereka para garda terdepan kala itu harus rela hidup sendiri dan dijauhkan dari penduduk demi menghindari penyebaran penyakit pada penduduk lain.

Rumah yang menjadi tempat tinggal plague doctor biasanya ditandai dengan sebuah plang nama yang berisikan kalimat berbahasa Italia, "Medico Della Sanita" yang berarti dokter kesehatan.

“Di sini kau hanya bisa berjalan di antara mayat-mayat. Di sini kau hanya merasakan kengerian kematian. Wabah black death adalah replika neraka. Sementara banyak dokter yang terlatih secara profesional berupaya sebisa-bisanya untuk menghindari infeksi tersebut,” tulis Dobson.

Ilustrasi (Wikimedia Commons)

Serupa malaikat maut

Satu sisi, hadirnya plague doctor dianggap sangat penting. Mereka adalah penyelamat yang berdiri di garda terdepan menahan laju wabah black death yang kala itu memakan lebih dari 60 persen populasi Eropa. Namun, di lain sisi, plague doctor juga kerap diasosiasikan sebagai malaikat maut. Tugas mereka pada akhirnya tak hanya mengobati pasien, tapi juga mendata hingga mengubur para pasien yang gagal bertahan dari black death.

Atas dasar itu, plague doctor memiliki kebebasan penuh dalam melakukan eksperimen-eksperimen di luar ilmu kedokteran. Para dokter wabah kala itu terpaksa melakukan pembedahan tanpa dasar keilmuan yang cukup. Bahkan, dikisahkan, kala itu banyak orang yang meninggal bukan karena wabah, melainkan akibat malpraktik yang dilakukan plague doctor dengan eksperimen-eksperimen yang gagal.

Seiring dengan berjalannya waktu, kostum plague doctor yang berwarna hitam dijadikan simbol teror dan kematian. Sampai-sampai, topeng jenis ini banyak dikaitkan dengan perayaan, tradisi, dan upacara keagamaan tertentu sampai hari ini.

Band rock asal Swedia, Ghost turut mengangkat plague doctor di dalam klip video Dance Macabre, yang dalam bahasa Prancis berarti "Tarian Kematian". Dalam klip video, mereka menampilkan sekelompok wanita yang mengenakan kostum plague doctor ke sebuah pesta.

Dance Macabre sendiri adalah lagu yang bercerita tentang ketakutan orang-orang pada black death. Ketakutan itu memunculkan dua hasrat di dalam diri manusia. Pertama adalah hasrat religius di mana black death mengingatkan orang-orang pada penebusan dosa.

Lainnya, black death justru memunculkan hasrat bersenang-senang selagi mungkin. Karena itulah muncul istilah tarian kematian. Lagu ini merupakan bagian dari album keempat mereka, "Prequelle" (2018) yang secara umum mengangkat tentang kelamnya wabah black death.  

Berbagai penyimpangan makna itu membuat fungsi utama dari topeng yang sebelumnya agar terhindar dari wabah, kini memiliki fungsi sebagai perwujudan dari takhayul dan juga ketakutan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya menjadi putus asa.

Selain yang dimunculkan Ghost, salah satu contoh yang perubahan makna dari topeng dapat dilihat dalam novel rekaan Dan Brown yang berjudul Inferno (2013). Dalam novel bergenre mystery thriller inilah long beaked mask dijadikan sebuah objek yang mampu menciptakan teror dan ketakutan bagi tokoh utama cerita, Robert Langdon.