Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, empat tahun yang lalu, 19 Maret 2021, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa membolehkan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca. Fatwa itu dianggap MUI dapat jadi panduan pemerintah berikan vaksin ke umat Islam.

Sebelumnya, penularan COVID-19 di Indonesia terus meningkat. Korbannya bejibun. Pemerintah Indonesia pun berharap bahwa vaksinasi COVID-19 segera jadi solusi. Segala macam aturan yang membolehkan vaksin segera dikejar. Vaksin dari berbagai macam produsen dunia mulai ditampung.

Pandemi COVID-19 kian mengkhawatirkan di Nusantara. Angka penularannya bejibun. Mereka yang meninggal dunia tak kalah sedikit. Pemerintah pun terus putar otak supaya mata rantai penyebaran COVID-19 putus. Namun, keinginan itu tak mudah.

Pemerintah melihat harapan satu-satunya melawan virus Korona adalah dengan vaksinasi. Perkaranya upaya membuat vaksin tak mudah. Produsen vaksin dunia harus bekerja ekstra dengan mulai kebut proses pembuatan hingga produksi.

Mereka coba membuat vaksin dengan cepat. Suatu hal yang lain daripada biasanya. Ambil contoh vaksin AstreZeneca. Vaksin yang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca cepat rangkum.

Vaksinasi terus digencarkan saat Indonesia dilanda pandemi COVID-19. (Kemenkes)

Vaksin asal Inggris itu segera menyebar ke seantero dunia mulai awal tahun 2021. Vaksin itu juga sudah disetujui di 70 negera, dari Arab Saudi hingga Maroko. Pemerintah Indonesia pun kepincut menggunakan vaksin AstraZeneca.

Izin penggunaannya sudah diteken Badan Pengawan Obat dan Makanan (BPOM). Namun, penggunaannya tak bisa sembarang. Indonesia adalah negara dengan mayoritas Islam. Isu vaksin AstraZeneca menggunakan enzim tripsin yang mengandung babi jadi masalah.

Kondisi itu membawa keraguan di antara rakyat Indonesia. Mereka lebih banyak memilih penggunaan vaksin asal China, Sinovac yang jelas sudah halal. Namun, pemerintah menganggap proses pembuatan vaksin AstraZeneca memang mengandung enzim tripsin. Pemerintah menganggap proses terakhir enzim itu sudah dimurnikan oleh teknologi jadi bisa dikonsumsi umat Islam.

"Membuat produk bersih dan baik untuk digunakan manusia dimanapun termasuk kita umat Muslim di Indonesia. Dijamin keamanannya untuk masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat di atas 60 tahun ke atas.”

"Masa kedaruratan pandemi vaksin yang tersedia adalah yang terbaik. Untuk digunakan pemerintah harus menggunakan berbagai macam merk vaksin, agar dapat memenuhi target sasaran," ujar juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi sebagaimana dikutip laman CNBC, 19 Maret 2021.

Polemik itu membuat MUI angkat bicara. Mereka mencoba meneliti bahan-bahan yang digunakan dalam vaksin AstraZeneca. MUI mengakui adanya enzim tripsin jadi biang masalah. Kondisi itu membuat MUI berhati-hati dalam mengambil sikap.

MUI lalu mengeluarkan fatwa terkait AstraZeneca pada 19 Maret 2021. Fatwa itu memutuskan bahwa vaksin AstraZeneca haram, tapi MUI membolehkan umat Islam menggunakannya. Keputusan itu diambil karena vaksinasi jadi urusan darurat dan mendesak.

Keputusan MUI pun disambut dengan baik. Kondisi itu jadi jalan vaksin AstraZeneca jadi opsi tambahan bersama Sinovac memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia.

"Vaksin COVID-19 yang diproduksi AstraZeneca ini hukumnya haram karena dalam tahapan produksinya memanfaatkan lipsin yang mengandung babi. Walau demikian, penggunaan vaksin COVID-19 produksi AstraZeneca saat ini hukumnya dibolehkan," kata Ketua MUI bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh sebagaimana dikutip laman kemkes.go.id, 2021.