Agar Terampil Mengelola Emosi, Anak-Anak Perlu Belajar Berpikir Fleksibel
Ilustrasi cara agar anak belajar berpikir fleksibel (Freepik)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Di tengah ketidakpastian dan perubahan yang bergerak cepat, anak-anak perlu diajari belajar berpikir fleksibel. Berpikir fleksibel ialah kemampuan memikirkan sesuatu dengan cara baru atau berbeda. Berpikir fleksibel juga penting mengasah keterampilan mengatur serta mengelola emosi. Ketika anak mampu berpikir fleksibel, besar kemungkinan lebih terkelola emosinya saat segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana.

Anak-anak yang bisa berpikir fleksibel, akan lebih mudah beradaptasi. Mereka tetap merasakan kecewa tetapi cenderung terbuka dengan solusi alternatif. Lantas bagaimana mengajarkan anak-anak berpikir fleksibel? Begini langkah-langkahnya.

1. Biasakan validasi emosi

Mengelola kekecewaan atau ketidakpastian itu sulit, tetapi penting memvalidasi perasaan anak-anak tidak peduli seberapa membingungkannya perasaan mereka. Memvalidasi perasaan bisa dilakukan dengan kalimat validatif, misalnya “Ibu mengerti betapa sedihnya kamu tidak bisa datang ke pesta ulang tahun sahabatmu karena harus pergi ke rumah nenek. Ini sulit memang”. Ketika anak-anak merasa didengarkan dan diperhatikan, mereka cenderung tidak memikirkan emosi negatif dan segera mencari solusi.

cara agar anak belajar berpikir fleksibel
Ilustrasi cara agar anak belajar berpikir fleksibel (Freepik)

2. Melibatkan mereka

Penting diingat para orang tua, rasa frustasi dan sedih membutuhkan waktu untuk proses penerimaan. Pun begitu dengan perasaan kecewa anak-anak yang butuh waktu supaya mereka ceria kembali. Jadi, ortu perlu bersabar dalam membersamai buah hatinya untuk terampil berpikir fleksibel. Terlebih, penting membersamai anak-anak mengelola kesedihan dan membangun semangat mereka kembali.

3. Ajak anak mencari ide untuk mengelola ketidakpastian

Misalnya esok anak punya jadwal berenang tetapi menurut ramalan cuaca, akan turun hujan tepat saat jadwal bereka berenang. Saat terjadi kondisi yang mungkin membuat anak merasa kecewa, ajaklah mereka mencari ide aktivitas alternatif yang membuat mereka senang. Saat anak bisa mengendalikan emosinya dan mendapatkan ide alternatif, mereka berkesempatan latihan berpikir fleksibel.

4. Orang tua perlu memberi contoh

Orang tua adalah role model bagi anak-anaknya. Berilah contoh keterampilan mengatasi masalah yang sehat. Mereka akan mencontoh Anda dalam mengembangkan kebiasaan lebih baik dan mengurangi kewalahan saat segala sesuatu tak berjalan sesuai rencana.

Sebetulnya, membantu anak belajar berpikir fleksibel terlihat sederhana. Tetapi harus dilakukan secara berkelanjutan agar menjadi kebiasaan. Bagi anak dengan kasus tertentu, misalnya mengalami masalah kesehatan mental, peristiwa traumatis, atau kehilangan, carilah batuan profesional karena mungkin membutuhkan terapi khusus dalam mengembangkan cara berpikir fleksibel.