Eksklusif Joko Anwar, Mengguncang Keimanan dengan Latar Musik Mencekam
Joko Anwar (Foto: Bambang E Ros, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sutradara Joko Anwar kembali merilis film terbarunya yang ia sebut memiliki genre horor religi berjudul Siksa Kubur. Film ini sendiri menggandeng beberapa aktor-aktor besar Indonesia seperti Widuri Puteri, Muzakki Ramdhan, Faradina Mufti, Reza Rahadian, Christine Hakim hingga Slamet Rahardjo.

Film yang sudah tayang pada 11 April ini mendapatkan banyak respon positif dari para penggemar film-film Joko Anwar. Salah satu yang menarik perhatian dari film yang berdurasi kurang lebih 2 jam ini ialah latar musik yang digunakan dimana menjadi salah satu elemen yang membuat penonton cukup merasa tidak nyaman selama menonton film ini.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan VOI, Joko Anwar yang bekerja sama dengan Aghi Narottama dalam soal musik mencoba menceritakan proses kreatif dari musik dan lagu yang digunakan di dalam film Siksa Kubur yang ia akui memiliki musik yang berbeda dari film-film bergenre horornya yang lain.

“Proses kreatif sound untuk film Siksa Kubur mungkin bisa dibagi dua ya, yang pertama proses pembuatan musik-musik ini terdiri dari musik scoring dan lagu, songs, yang kedua adalah sound design. Jadi dua hal yang berbeda. Nah khusus untuk film Siksa kuburnya agak berbeda dari film-film aku yang lain,” kata Joko Anwar kepada VOI di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, belum lama ini.

Joko Anwar (Foto: Bambang E Ros, DI: Raga/VOI)

Bukan tanpa alasan, hal ini sengaja dilakukan oleh Joko Anwar karena sesuai dengan tema dari film Siksa Kubur itu sendiri yang mencoba menyentuh lebih dalam keimanan dari para penontonnya. Sehingga Joko Anwar mencoba menggunakan musik ini sesuai dengan perasaan yang mewakili para karakternya.

“Karena ketika kita berbicara tentang iman, kita berbicara tentang sesuatu yang ada di internal kita harus bisa membuat sound desain yang bisa menggambarkan itu. Jadi seringkali dalam film Siksa Kubur ini sound dan musiknya itu mewakili apa yang dirasakan oleh karakter-karakternya, jadi kita mengambil Perasaan dari karakter untuk adegan tertentu dan kita terjemahkan dalam bentuk sound dan musik itu,” sambung Joko Anwar.

Sehingga Joko menjelaskan lebih detail kalau musik-musik yang mungkin menjadi sumber rasa tidak nyaman saat menonton film ini adalah musik dari dekup jantung dan denyut nadi manusia.

Joko Anwar (Foto: Bambang E Ros, DI: Raga/VOI)

“Jadi makanya kalau kemarin ditonton di film Siksa Kubur kayak sesuatu yang berbeda dari yang pernah kita dengar dari film-film Indonesia kan? Karena memang konsepnya adalah eksternalisasi dari perasaan karakter-karakternya. Untuk sound kita banyak menggunakan heartbeat jadi dekup jantung dan denyut,” jelasnya.

“Jadi begini kalau denyutkan darah mengalir kan, nah itu pusing jantung darah gitu yang dipompa oleh jantung, kita untuk musik kita banyak menggunakan elemen yang subconscious. Jadi mungkin musiknya itu enggak yang menggelegar tiba-tiba gimana enggak tapi sesuatu yang ada di alam bawah sadar kita,” papar Joko Anwar.

Bukan Joko Anwar namanya kalau tidak memasukan elemen musik lawas dalam setiap film horornya. Begitu pula di film Siksa Kubur, Joko kembali memasukan beberapa musik lawas dengan maksud memperlihat ketidakberdosaan seorang anak yang diwakilkan oleh peran Widuri Puteri sebagai Sita dan Muzakki Ramdan sebagai Adil.

“Aku suka musik-musik lawas atau musik baru yang dibikin seolah-olah seperti musik lawas itu karena secara personal aku besar dengan musik-musik seperti itu, aku lahir tahun 70-an ya dan ibuku selalu memutar lagu-lagu seperti itu dan dengan membawa musik-musiknya aku dengar Ketika aku kecil itu membawaku ke dalam sebuah dalam setiap film aku kan aku selalu menggambarkan ada innocence, ketidakberdosaan anak,” paparnya.

“Misalnya dalam Siksa Kubur tuh ada yang diwakili oleh Sita dan Adil yang diperankan oleh Widuri Puteri dan Muzakki Ramdan ketika aku itu aku refleksikan ke masa kecil aku ketika pikiran sebagai anak kecil masih sangat simpel bertanya ‘kenapa sih negara katanya beragama banyak orang beragama tapi dosa kok makin banyak dilakukan sama orang menyakiti sesama?’ dan sebagainya nah khusus film Siksa Kubur aku bawa diriku ketika aku kecil bertanya pertanyaannya dalam sekumpul dengan cara membawa musik-musik bernada seperti lagu-lagu yang aku dengarkan ketika aku kecil,” tambah Joko Anwar.

Belajar Disiplin dari Produksi Film Horor

Joko Anwar (Foto: Bambang E Ros, DI: Raga/VOI)

Joko Anwar bercerita kalau ia sudah tertarik dengan film horor sejak usianya masuk sekitar 6 tahun, hal ini dibuktikan dengan keberaniannya untuk berjalan sendiri ke bioskop di dekat rumahnya saat usia itu hanya demi menonton film horor. Tak heran kalau akhirnya pria berusia 48 tahun ini berubah menjadi penggemar film horor.

“Sebenarnya aku dari kecil kan nontonnya film horor ya dari umur 5 atau 6 tahun tuh di jalan kaki ke bioskop dan kebetulan bioskop yang memutar film-film yang dekat di rumah aku itu namanya remaja teater dan itu bioskop yang populis buat rakyat gitu tentunya yang diputar juga film yang disukai oleh rakyat yaitu film horor kebanyakan kan atau film kungfu tapi horor lebih banyak karena dari kecil sudah nonton film horor jadi aku memang fans film horor yang semua aku tonton film horor,” cerita Joko Anwar.

“Film horor itu adalah film-film yang paling merepresentasikan masa, karena apa? Karena ketika kita bikin film horor kita ambil ketakutan yang sedang dirasakan oleh masyarakat pada saat itu. Misalnya rasa takut yang ada di tahun 60, 70 mungkin berbeda dengan sekarang. Jadi itu yang membuat aku sangat cinta sama film horor karena sangat merepresentasikan masanya gitu,” lanjut Joko Anwar.

Joko Anwar (Foto: Bambang E Ros, DI: Raga/VOI)

Meski begitu, sutradara film Perempuan Tanah Jahanam ini mengakui kalau bukan menjadi perkara mudah untuk menggarap sebuah film horor. Joko sendiri menjelaskan ia baru berani memproduksi film horor setelah sebelumnya sudah memiliki 7 film, di mana film horor pertamanya ialah Pengabdi Setan yang cukup fenomenal juga di tahun 2017.

“Bahkan sebelum bikin film aku udah pengen bikin film horor, cuman aku sadar bikin film horor itu susah. Jadi baru berani bikin film horor setelah film ke-7 eh ke-6 yaitu Pengabdi Setan di tahun 2017. Sebelumnya sudah ada film aku yang thriller tapi bukan horor, ada elemen horor tapi bukan film horor,” tutur Joko Anwar.

“Tapi baru berani bikin film horor karena ketika aku memutuskan ‘Oke deh bikin film horor’, berani ketika aku merasa paling enggak udah bisa bikin film gitu. Takut aku mengecewakan diriku sendiri yang memang suka banget film horor, bikin film horor nggak bagus gitu. Jadi memberanikan dirinya tahun 2016 itu,” kata Joko Anwar.

Setelah memproduksi kurang lebih 3 film horor, Joko Anwar mulai merasakan saat memproduksi film horor maka harus memiliki disiplin yang baik khususnya dalam segi waktu. Pasalnya menurut Joko ketika pembuat film horor salah memberikan waktu untuk mengeluarkan elemen seram maka film horor itu menjadi tidak lagi menakutkan.

Joko Anwar (Foto: Bambang E Ros, DI: Raga/VOI)

“Film horor paling susah karena bikin film horor harus secara teknis itu sangat harus disiplin banget pembuatannya harus disiplin. Phishing timing, ada yang namanya, kalau ada di komedi juga ada komedi timing, ini juga ada hortaining harus pas gitu karena kita bermain dengan ekspektasi penonton. Jadi kalau off sedikit mungkin nggak akan serem gitu. Jadi secara teknis susah buatnya dan dari segi passing filmnya juga susah untuk itu harus resize banget presisi gitu,” ungkap Joko Anwar.

Lebih lanjut, peraih Piala Citra untuk Sutradara Terbaik ini mengungkapkan kalau ia masih merasa ada tantangan tersendiri dalam film horor sendiri dalam satunya adalah kebaruan dari cerita film horor itu sendiri. Oleh karena itu, Joko Anwar bersama rumah produksinya Come and See Pictures berusaha untuk membuat sebuah trend baru dalam film horor di Indonesia melalui film-film mereka.

“Tantangannya adalah kita kan sebenarnya keputusan kepustakaan horor kita kan luas banget cuman Bagaimana caranya supaya penonton nggak bosen gitu jadi harus ada kebaruan setiap kali membuat film. Itu yang kita usahakan di Come and See Pictures, jadi ketika kita bikin film Pengabdi Setan 1 ke Pengabdi Setan 2 saja berbeda treatment-nya gitu apalagi ketika kita bikin Perempuan Tanah Jahanam berbeda kemudian ketika kita bikin Siksa Kubur juga berbeda. Jadi harus ada kebaruan yang ditawarkan dalam setiap film horor supaya penonton nanti enggak pergi gitu,” jawab Joko Anwar sambil menutup wawancara dengan VOI.