6 Keterbatasan Strategi <i>Coping</i> yang Umum dan Perlu Dikembangkan
Ilustrasi keterbatasan strategi coping yang umum dan perlu dikembangkan (Freepik/wayhomestudio)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Strategi coping atau gaya mengatasi kendala tertentu dimiliki setiap orang. Strategi ini mulai dikembangkan sejak kanak-kanak yang didapat dari orang tua. Orang tua mencontohkan beberapa gaya coping dan beberapa diantaranya diciptakan sendiri ketika mengalami ketakutan, lingkungan yang kacau, pelecehan. Strategi ini masih dilakukan hingga dewasa. Tetapi ketika telah dewasa, sejumlah gaya coping yang sudah usang dan memiliki keterbatasan, perlu dikembangkan kembali dengan perspektif lebih baru. Berikut gaya coping yang umum dan cara meningkatkannya.

1. Sikap baik yang mengakomodasi kerentanan

Kita mungkin bersikap baik dan berpegang pada semboyan “aku senang jika kamu bahagia” dengan menghindari konflik atau melakukan apa yang diharapkan orang lain. Melakukan ini, berarti didorong keharusan, bukan keinginan kita sendiri. Ini juga menguji keterbatasan diri, yang tak jarang bisa meledak di ujung hari atau bosan dan kesal karena hidup dalam kehidupan orang lain bukan kehidupan diri sendiri. Menurut Robert Taibbi, LSCW., terapis bersertifikat dan profesor di sejumlah universitas, tantangan untuk membangun perspektif baru dari gaya coping yang usang tersebut, ialah dengan mengambil risiko.

keterbatasan strategi coping
Ilustrasi keterbatasan strategi coping yang umum dan perlu dikembangkan (Freepik)

Anda perlu belajar menoleransi emosi yang kuat, yaitu emosi Anda sendiri dan orang lain. Misalnya dengan mengatakan tidak jika tak sesuai kebutuhan Anda, tetap akomodatif, dan mencari tahu apa yang Anda inginkan daripada selalu didorong oleh keharusan.

2. Kemarahan dan pembangkangan

Dalam metode pertarungan klasik, ketika diancam atau disakiti, seseorang akan menyerang. Namun seiring berjalannya waktu, ini bisa jadi sikap menentang dunia, karena Anda selalu diliputi rasa tidak percaya, terus-menerus menolak, dan menentang. Penting diketahui, kemarahan bisa mengundang masalah dan kadang membuat orang lain mengabaikan apa yang Anda katakan.

Saran Taibbi, daripada meledak-ledak karena marah, belajarlah menggunakan kemarahan sebagai informasi agar kebutuhan Anda didengar orang lain. Kembangkan rentang emosi yang lebih luas, seperti rasa sakit hati atau kekhawatiran, sehingga orang lain dapat lebih memahami Anda dan melihat kerentanan Anda. Hal ini, pada gilirannya, akan membantu Anda terhubung dengan orang lain dan memiliki keintiman.

keterbatasan strategi coping
Ilustrasi keterbatasan strategi coping yang umum dan perlu dikembangkan (Freepik/benzoix)

3. Menjadi pasif

Masih merupakan metode penanganan yang dingin. Ketika ada masalah, seseorang mungkin kewalahan, menarik diri, dan menutup diri. Namun hal ini juga bisa membuat orang lain tak mengenal Anda. Rekomendasi Taibbi dilansir Psychology Today, Minggu, 14 Januari, seperti halnya akomodator, Anda perlu belajar mengambil risiko seperti dengan bersikap asertif, mencari tahu apa yang Anda inginkan dan butuhkan, dan berhenti mengikuti arus.

4. Memotong jalan

Alih-alih mengatasi masalah, seseorang yang suka memotong jalan kerap pergi begitu saja tanpa menyelesaikan masalah. Dengan melakukan gaya coping ini, bukannya stabilitas hubungan dengan orang lain akan terbangun, tetapi malah menemukan kerenggangan hubungan. Untuk memperbaiki strategi coping ini, penting untuk ambil risiko mendekat dan mencari solusi atas masalah yang dialami. Belajarlah memecahkan masalah dan ketahuilah bahwa tak apa-apa mengambil langkah kecil atau meminta bantuan.

5. Kritis terhadap diri sendiri

Ada pengganggu di kepala yang terus-menerus memarahi diri setelah melakukan kesalahan. Ini biasanya terbentuk dari orang terdekat atau orang tua yang sering mengkritik anak-anaknya. Sehingga seseorang terdidik menjadi orang perfeksionis. Keterbatasan dari gaya coping ini, membuat Anda terus-menerus merendahkan diri, hidup dalam ketakutan membuat kesalahan, cemas, dan tertekan. Untuk mengatasinya, belajar turunkan ekspektasi dan menetapkan prioritas. Ambil risiko membuat kesalahan dan lihat kesalahan itu bukan sebagai kegagalan, melainkan sebagai langkah dalam pembelajaran dan pertumbuhan.

6. Sangat waspada

Penting untuk waspada untuk mendapatkan keamanan di lingkungan yang bergejolak. Tetapi sebagai orang dewasa, kewaspadaan berlanjut dan seringkali berubah menjadi kecemasan. Yang mana membuat kita selalu khawatir dan membayangkan skenario terburuk. Kalau selalu hidup dengan bayangan masa depan buruk, membuat Anda tak pernah menghargai masa kini. Mungkin membutuhkan hal-hal yang bersifat negatif untuk mengatasi kecemasan, seperti minum minuman beralkohol hingga narkoba. Untuk mengatasinya, bisa belajar untuk berhenti memikirkan skenario terburuk. Belajarlah menikmati hari tanpa dihantui kecemasan apa yang terjadi esok.

Itulah keenam gaya coping yang telah dikembangkan masa kanak-kanak tetapi harus diubah menjadi lebih baik dengan tujuan mengurangi stres, kecemasan, dan membangun hubungan dekat dengan orang lain.