<i>Gak</i> Sehat untuk Hubungan Jangka Panjang, Kenali Gejala Cinta yang Obsesif
Ilustrasi gejala cinta yang obsesif (Freepik)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Cinta yang obsesif atau obsessive love dapat menyebabkan anggapan bahwa orang yang dicintainya seolah-olah objek atau kepemilikan. Anggapan ini, bisa disebabkan banyak faktor pendorong, seperti masalah kesehatan mental hingga gangguan delusi. Profesional kesehatan, menyebut kondisi ini dengan obsessive love disorder, yang mana bisa memicu melakukan tindakan kekerasan atau pelecehan. Maka untuk membangun hubungan yang sehat, terdapat empat komponen cinta, yaitu daya tarik, resonansi atau koneksi, mempercayai, dan menghormati.

Keempat komponen sehat dalam hubungan berpasangan tersebut, mungkin hilang dalam cinta yang obsesif. Misalnya, orang dengan kecemburuan ekstrim mungkin tidak mempercayai pasangannya sehingga mendorongnya untuk terus-menerus mengontrol perilaku pasangannya. Alih-alih mencintai orang tersebut dan menginginkan yang terbaik untuknya, orang dengan kecenderungan obsesif mungkin mencintai orang lain karena kebutuhannya sendiri.

Cinta yang obsesif terkadang melibatkan hubungan yang sebenarnya tidak ada, melansir Medical News Today, Minggu, 6 Agustus. Kondisi lain yang dikaitkan dengan cinta yang obsesif adalah erotomania. Erotomania adalah gangguan kejiwaan di mana seseorang memiliki keyakinan delusi bahwa seseorang dengan status sosial yang lebih tinggi darinya sedang jatuh cinta padanya. Artinya, orang dengan erotomania berfokus menerima cinta bukan memberikan cinta.

gejala cinta yang obsesif
Ilustrasi gejala cinta yang obsesif (Freepik/cookie_studio)

Penyebab cinta yang obsesif

Faktor yang menyebabkan cinta obsesif dan erotomania, berkaitan dengan kondisi kejiwaan, biasanya dialami seseorang dengan status lebih tinggi. Pada erotomania primer, disebabkan delusi erotis sedangkan erotomania sekunder dikaitkan dengan kondisi kejiwaaan atau gangguan depresi mayor. Erotomania juga dapat dikaitkan dengan trauma kepala, kehamilan, penyalahgunaan alkohol, atau obat-obatan tertentu seperti amfetamin.

Pada penelitian tahun 2017, menunjukkan bahwa sosial media memperburuk erotomania. Ini karena membuka kemungkinan orang bersikap obsesif untuk mengamati orang lain dari kejauhan dan merasa lebih dekat dengan mereka daripada fakta yang terjadi. Selain karena delusi erotis, gangguan kepribadian ambang (Borderline Personality Disorder/BPD) yang sangat takut ditinggalkan dan mengalami kesulitan mengendalikan emosi mungkin memperburuk kecenderungan obsesif.

Penyebab terobsesi pada pasangan selain dijelaskan di atas, ialah attachment disorder. Ini terkait dengan kemampuan seseorang membentuk keterikatan yang sehat dan dimulai sejak masa kanak-kanak. Karena pola pengasuhan yang tidak stabil dan mengembangkan pola keterikatan tidak normal, bisa menyebabkan mereka menjadi obsesif, mengendalikan, atau diliputi ketakutan dalam hubungan mereka. Berbeda jika pola pengasuhan yang stabil dan responsif, mereka akan lebih bisa mengembangkan gaya keterikatan yang aman.

gejala cinta yang obsesif
Ilustrasi gejala cinta yang obsesif (Freepik)

Di samping disebabkan kondisi kesehatan mental, pola pengasukan semasa kanak-kanak, cinta yang obsesif juga bisa disebabkan trauma dan ketakutan akan pengabaian. Norma sosial dan budaya, juga turut membentuk anggapan tentang bagaimana pasangan. Seperti menuntut pasangan membuktikan cinta mereka dan tumbuh kepercayaan bahwa cinta berarti kepemilikan.

Gejala cinta yang obsesif

Gejala cinta yang obsesif bervariasi, tergantung pada penyebab kenapa seseorang terobsesi. Secara umum, beberapa ciri-ciri obsesi bukan cinta, antara lain:

  • Keasyikan yang intens dengan hubungan yang tidak proporsional dengan berapa lama orang telah mengenal satu sama lain.
  • Langsung jatuh cinta dengan pasangan baru, atau bahkan dengan orang asing.
  • Upaya ekstrem untuk mengendalikan orang lain.
  • Mengancam orang lain jika mereka mencoba pergi.
  • Menolak mendengarkan perasaan orang lain atau menerima batasan apapun yang mereka coba buat.
  • Menuntut perilaku spesifik tidak masuk akal dari pihak lain.
  • Kecemburuan berlebihan, membatasi kebebasan pasangan, hingga selalu memeriksa perilaku pasangan

Profesional kesehatan mental menjelaskan, perilaku obsesif berdasarkan gejala yang ditunjukkan dan apakah berdampak negatif pada kehidupan atau tidak. Tetapi tidak ada kriteria diagnostik khusus untuk cinta yang obsesif. Psikoterapis mungkin akan mengecek riwayat kesehatan mental dan memberikan perawatan untuk mengatasi penyebab atau pendorong perilaku obsesif berkaitan dengan kondisi kejiwaan.