Mengenal Stres Oksidatif Beserta Efek dan Penyebabnya
Ilustrasi penyebab dan efek dari stres oksidatif (Freepik/Cookie Studio)

Bagikan:

ACEH - Mungkin belum banyak yang tahu, stres oksidatif dalam waktu lama berkontribusi pada perkembangan kondisi kronis, seperti jantung, kanker, dan diabetes. Itu terjadi karena stres oksidatif bisa menyebabkan radikal bebas dan ketidakseimbangan antioksidan. Hal ini bisa berakibat pada kerusakan sel dan jaringan tubuh.

Dalam proses metabolisme, tubuh menghasilkan radikal bebas. Namun, tubuh juga menghasilkan antioksidan yang bekerja untuk menetralkan radikal bebas tersebut sehingga keseimbangan di antara keduanya menentukan kesehatan. Stres oksidatif dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti gaya hidup, diet, kondisi tertentu pada kesehatan, faktor lingkungan seperti polusi, dan radiasi.

Mengenal Stres Oksidatif dan Antioksidan

Dikutip VOI dari Medical News Today, respons imun alami saat melawan infeksi juga menyebabkan peradangan atau salah satu jenis stres oksidatif. Saat imun melawan infeksi, stres oksidatif bersifat sementara.

Setelah sembuh dari infeksi, sistem kekebalan akan memperbaiki sel atau cedera yang dialami. Namun, jika stres oksidatif tidak terkontrol, proses penuaan sel akan terjadi dengan lebih cepat.

Radikal bebas yang dikeluarkan selama proses metabolisme antara lain superoksida, radikal hidroksil, dan radikal oksida nitrat. Selain dari dalam, ada zat dari luar yang memicu tubuh mengembangkan radikal bebas, misalnya asap rokok, pestisida, dan ozon.

Sementara, antioksidan merupakan zat-zat yang menetralkan atau menghilangkan radikal bebas dengan menggelontorkan elektron. Efek antioksidan bersifat menetralkan. Kandungan yang disebut sebagai antioksidan antara lain vitamin A, C, dan E. Antioksidan yang diciptakan oleh sel disebut dengan glutathione.

Oleh sebab itu, diet juga diperlukan untuk mendapatkan antioksidan cukup bagi tubuh. Makanan yang mengandung antioksidan antara lain sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin dan mineral.

Stres Oksidatif bagi Tubuh

Tidak semua stres oksidatif berbahaya. Salah satu contoh adalah stres oksidatif karena aktivitas fisik sebab bisa menyumbang efek regulasi dan menguntungkan tubuh. Sebuah studi tahun 2015, para ilmuwan membuktikan bahwa stres oksidatif sementara bisa membatasi penyebaran sel kanker melanoma pada tikus.

Namun, stres oksidatif jangka panjang bisa merusak sel-sel tubuh, protein, dan DNA. Stres jenis ini juga menyebabkan peradangan yang pada gilirannya menghasilkan lebih banyak radikal bebas. Peradangan kronis juga bisa menyebabkan beberapa kondisi, misalnya radang sendi, penyakit kardiovaskular, dan diabetes.

Stres oksidatif juga memengaruhi otak. Studi tahun 2018, otak menyerap 20 total oksigen dalam tubuh. Sel otak menggunakannya untuk aktivitas metabolisme intensif dalam menghasilkan radikal bebas.

Radikal bebas ini membantu pertumbuhan sel otak, neuroplastisitas, dan fungsi kognitif. Tetapi ketika mengalami stres oksidatif, radikal bebas lebih dapat merusak struktus dalam sel otak sehingga berpotensi meningkatkan risiko penyakit parkinson.

Untuk mencegah mengalami stres oksidatif, memperbaiki gaya hidup menjadi lebih sehat adalah langkah pertama. Seperti dengan mengubah menu makan menjadi lebih seimbang dan lebih kaya buah sayuran. Ditambah olahraga teratur juga membantu membangun kehidupan sehat. Selain itu, berhenti merokok, mengelola stres, menghindari terpapar polusi, dan pertahankan berat badan sehat.

Terkait