JAKARTA - Di tengah arus informasi dan gaya hidup serba cepat, menyadarkan masyarakat untuk peduli pada kesehatan bukan perkara mudah.
Fakta menunjukkan, kampanye hidup sehat sering kalah pamor dibanding tren kuliner viral atau hal-hal trending lainnya. Lantas, bagaimana cara efektif mendorong kesadaran hidup sehat di masyarakat luas?
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, dokter spesialis kesehatan jiwa sekaligus penulis buku Sehat Setengah Hati, memaparkan membangun kesadaran sehat tidak selalu bisa dilakukan dengan pendekatan yang edukatif.
Justru dia menilai melalui berbagai riset yang sudah digagasnya, mayoritas masyarakat efektif mengubah kesadaran hidup sehat ketika dihantui dengan rasa takut.
“Mengubah perilaku dengan menciptakan rasa takut itu efektif, meskipun memang tidak dianjurkan secara etis,” ungkapnya.
Sebagai contoh nyata, Dr. Ray menyebut keberhasilan program vaksinasi COVID-19 di era pandemi. Lonjakan kasus kematian kala itu hingga virus COVID-19 yang menyebar dengan cepat dan masif menciptakan ketakutan massal dan justru itulah yang menjadi pemicu utama perubahan perilaku masyarakat untuk patuh terhadap vaksinasi.
“Ketika masyarakat melihat kematian tinggi, rasa takut itu jadi stimulus yang kuat. Tapi pendekatan ini tidak bisa dijadikan strategi utama karena menyandarkan pada krisis, bukan kesadaran,” jelasnya dalam peluncuran buku Sehat Setengah Hati di Jakarta, baru-baru ini.
BACA JUGA:
Berdasarkan salah satu contoh itu, pendekatan yang lebih berkelanjutan bisa dibangun dari kombinasi antara fear-based messaging dengan pendekatan komunitas. Misalnya, di tingkat kabupaten atau kota, dibentuk micro cluster edukasi berbasis komunitas.

Bahkan tak cuma di kalangan masyarakat, tapi juga fokusnya bisa dialihkan ke para pemangku kebijakan di lingkup kabupaten atau bahkan provinsi.
"Kadang yang perlu ditakut-takuti bukan hanya masyarakatnya, tapi juga pengambil kebijakan. Kalau tidak ada efek langsung ke mereka, program jalan di tempat,” kata Dr. Ray.
Lebih lanjut, di dalam lingkup kecil, tekanan sosial dan teladan langsung dari figur lokal bisa menciptakan stimulus perubahan perilaku yang lebih alami. Dia juga menekankan pentingnya memanfaatkan sosok media darling atau tokoh populer yang bisa menjadi panutan.
“Pada kondisi serta populasi tertentu, mayoritas masyarakat kini lebih senang melihat kesuksesan orang lain. Kalau yang mereka idolakan hidup sehat, mereka cenderung ikut,” tambahnya.
Kondisi ini tentu bisa disayangkan mengingat betapa pentingnya kesadaran akan menjaga kesehatan itu dimulai atau dibangun atas rasa syukur atau diri sendiri sebagai individu.
Meski ketakutan terbukti bisa menggerakkan perubahan pola hidup sehat di lapisan masyarakat, Dr. Ray menekankan kesadaran kesehatan akan jauh lebih kuat, berkelanjutan, dan etis jika dibangun dari dalam diri masyarakat itu sendiri.
Pasalnya menjaga kesehatan itu bukan soal menghindari penyakit, tapi tentang menghargai tubuh, mencintai hidup, dan memahami pentingnya menjaga kesehatan sebagai bagian dari keseharian.
"Kalau kita hanya bergerak karena takut, kesadarannya temporer. Tapi kalau didorong oleh pemahaman dan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang sekitar, itu akan bertahan seumur hidup,” ungkapnya.
Dalam buku Sehat Setengah Hati pun, ia mengajak pembaca untuk kembali mencintai tubuh dengan kesadaran utuh bukan sekadar menghindari penyakit, melainkan karena menghargai kehidupan.