Menurutnya aksi tersebut dipicu oleh perbedaan pemberian tunjangan, khususnya antara tunjangan profesi dan tunjangan kinerja (tukin).
Menurut Sri Mulyani, terdapat kesenjangan yang cukup besar antara besaran tukin dan tunjangan profesi dimana para dosen di lingkungan Kemendiktisaintek selama ini hanya menerima tunjangan profesi, tanpa mendapatkan tukin sehingga menimbulkan keresahan di kalangan dosen.
“Para dosen jadi resah, kalau begitu enakan dapat tukin daripada tunjangan profesi. Ini yang mentrigger berbagai demo,” ujarnya dalam Taklimat Media di Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi, Selasa, 15 April.
Ia menjelaskan bahwa tukin untuk pejabat struktural di lingkungan Kemendiktisaintek terus mengalami peningkatan berdasarkan penilaian kinerja oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Sementara itu, dosen sebagai pejabat fungsional hanya memperoleh tunjangan profesi yang kenaikannya tidak secepat tukin.
Sri Mulyani mencontohkan seorang guru besar atau profesor di perguruan tinggi negeri satuan kerja (PTN Satker) menerima tunjangan profesi sebesar Rp6,73 juta. Sementara itu, pejabat struktural setingkat eselon II di Kemendiktisaintek menerima tukin sebesar Rp19,28 juta.
Namun, dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kemendiktisaintek, dosen ASN yang bekerja di PTN Satker, PTN BLU (yang belum menerima remunerasi), serta di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti), kini juga akan menerima tukin.
“Seorang profesor guru besar sudah mendapat tunjangan profesi Rp6,7 juta, sementara tunjangan kinerjanya untuk yang setara eselon II di Kemendiktisaintek adalah Rp19,2 juta, maka guru besar ini tetap dapat tunjangan profesi, ditambah tukin tapi tidak sebesar Rp19,2 juta, tapi selisihnya. Jadi dia mendapat tambahan dalam bentuk tukinnya,” jelasnya.
Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa sejak tahun 2013, kebijakan pemberian tukin tidak berlaku bagi dosen yang berstatus pejabat fungsional lantaran saat itu, tunjangan profesi dinilai setara atau bahkan lebih tinggi dibanding tukin, sehingga dosen hanya menerima gaji pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan profesi.
Sementara itu, pejabat non-dosen di lingkungan kementerian mendapatkan tukin sebagai tambahan. Kebijakan ini terus berlanjut meskipun terjadi beberapa kali perubahan struktur kementerian.
Sejak 2016, Dikti berpindah dari Kemendikbud ke Kemendikti, kemudian menjadi Kemenristekdikti pada 2018, kembali ke Kemendikbud pada 2019, dan akhirnya berubah menjadi Kemendiktisaintek pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“2018 Perpres 131, Kemenristekdikti digabung lagi nih tukinnya dinaikkan atau mendapatkan perbaikan sesuai dengan Menpan-RB. Dosen juga tetap tidak diberikan tukin, tapi mendapatkan tunjangan profesi. Jadi setiap bolak dan balik ini dosen tetap hanya mendapat tunjangan profesi, dia tidak pernah di-treat sebagai aparat seperti ASN non-dosen yang mendapat tukin. Inilah yang kemudian Bapak Presiden Prabowo meminta diperbaiki,” tuturnya.
Sri Mulyani menyampaikan Presiden Prabowo Subianto telah meminta agar sistem tunjangan kinerja diperbaiki sehingga pada tahun 2024 mulai disusun Peraturan Presiden (Perpres) terkait tukin.
Menurutnya tujuannya untuk memberikan keadilan dan penghargaan, serta menyelaraskan prinsip-prinsip kinerja, khususnya antara kementerian dan dosen yang memiliki karakteristik tugas yang berbeda.
"Beliau tahu kalau dosen itu ada Tri Dharma Perguruan Tinggi, mengajar, meneliti pengabdian masyarakat, dan berbagai hal yang ditugaskan menurut perguruan tinggi, kalau di kementerian tugas ada yang agak berbeda. Makanya ini mungkin perlu nanti direkonsiliasi oleh teman-teman di kemendiktisaintek," ujarnya.
BACA JUGA:
Namun, ia menegaskan bahwa tunjangan kinerja tidak akan diberikan secara bertumpuk dengan tunjangan profesi dan jika tunjangan profesi lebih besar, maka yang dibayarkan adalah tunjangan profesi secara penuh. Jika sebaliknya tunjangan profesi lebih kecil, maka selisihnya akan ditambahkan dalam bentuk tukin.
Adapun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ungkapkan akan menyiapkan dana sebesar Rp2,66 triliun untuk Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sri Mulyani menyampaikan pembayaran Tukin akan dihitung per 1 Januari 2025 dan Dosen yang masuk dalam kategori akan mendapatkan pembayaran selama 14 bulan pada tahun anggaran 2025, yaitu 12 bulan (Januari–Desember), THR, dan Gaji ke-13.
"Kami sudah menghitung dampak anggarannya, ini berarti mereka dapet 14 bulan. Kok 14 bulan? Karena 12 bulan Januari sampai Desember plus THR plus gaji 13. Jadi mereka untuk ini adalah akan sama dapet THR-nya dan gaji 13-nya. Sehingga nilainya adalah Rp2,66 triliun," imbuhnya.