Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengungkapkan alasan Presiden Donald Trump yang tidak memasukkan Rusia, Korea Utara, Kuba, dan Belarus dalam kebijakan tarif impor terbaru.

Seorang pejabat Gedung Putih yang tak disebutkan namanya, negara-negara tersebut sudah lebih dulu dikenai sanksi ekonomi berat dan tarif yang tinggi, sehingga perdagangan dengan mereka saat ini sudah sangat terbatas.

“Kuba, Belarus, Korea Utara, dan Rusia tidak termasuk dalam perintah eksekutif tarif resiprokal karena mereka sudah menghadapi tarif yang sangat tinggi dan sanksi yang telah kami jatuhkan sebelumnya menghalangi perdagangan dengan negara-negara itu,” kata seorang pejabat Gedung Putih yang tidak mau disebutkan namanya, dilansir dari ANTARA, Jumat 4 April.

Meskipun demikian, keputusan untuk mengecualikan Rusia memicu perdebatan sengit di media sosial. Banyak warganet menuduh Trump terlalu lunak terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, terlebih karena Trump juga baru-baru ini mengancam akan menjatuhkan sanksi baru terhadap Moskow.

Kebijakan tarif impor baru menetapkan bahwa semua negara yang terkena dampak akan menghadapi tarif minimal 10 persen. Namun, beberapa negara dinilai sebagai pelanggar perdagangan paling serius dan akan dikenai tarif lebih tinggi.

Dalam dokumen yang dibagikan kepada media, tarif yang dikenakan antara lain China 34 persen, Uni Eropa 20 persen, Vietnam 46 persen dan Sri Lanka 44 persen.

Sementara itu, negara-negara seperti Inggris, Turki, Kenya, Islandia, Panama, Ethiopia, Lebanon, dan Togo dikenai tarif oleh Donald Trump sebesar 10 persen.

Pasar keuangan AS merespons negatif kebijakan ini. Bursa saham langsung mengalami penurunan tajam, dengan indeks Nasdaq yang banyak diisi saham teknologi jatuh lebih dari 5,3 persen pada sesi perdagangan siang, dan indeks Dow Jones turun lebih dari 3,3 persen.

Para pelaku pasar khawatir kebijakan tarif Trump ini akan memicu lonjakan harga dan memperburuk kondisi ekonomi, hingga menjerumuskan AS ke jurang resesi.