Ramai di Twitter Soal Kandungan Gula Berlebih, Anjuran Seharusnya Seperti Apa?
: Ilustrasi - Produsen wajib menyertakan label berisi kandungan garam, gula, dan lemak dalam setiap produk yang diperjualbelikan. Sementara, konsumen juga harus memahami plus setiap produk yang dikonsumsi. (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan sejak 2013 telah menerbitkan Permenkes Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.

Tujuannya jelas, menurunkan risiko kejadian penyakit tidak menular terutama hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung melalui peningkatan pengetahuan konsumen terhadap asupan konsumsi gula, garam, dan/atau lemak pada pangan olahan dan pangan siap saji.

Aturan tersebut mewajibkan setiap produsen pangan olahan dan pangan siap saji memberikan label berisi informasi terkait kandungan gula, garam, dan lemak dalam setiap produk yang diperdagangkan. Juga, label berisi pesan kesehatan.

Seperti yang tertulis pada Pasal 3 ayat (1), “Setiap orang yang memproduksi pangan olahan yang mengandung gula, garam, dan/atau lemak untuk diperdagangkan wajib memuat informasi kandungan gula, garam, dan lemak, serta pesan kesehatan pada label pangan.”

Makanan dan minuman manis sebaiknya tidak dikonsumsi secara berlebihan, konsumsi gula jangan melebihi 50 gram per hari. (Pixabay)

Informasi yang diberikan harus berdasar dari hasil uji laboratorium yang terakreditasi sesuai peraturan perundang-undangan.

Sementara, pesan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut, menurut Pasal 4 ayat (2) berbunyi, “Konsumsi Gula lebih dari 50 gram, Natrium lebih dari 2000 miligram, atau Lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.”

“Pesan kesehatan ini sama seperti pesan yang tertulis di bungkus rokok,” kata Chairman Junior Doctors Network (JDN) Indonesia Dokter Andi Khomeini Takdir kepada VOI, Senin (26/9).

Masih mengacu Permenkes 30 Tahun 2013, pengawasan pangan olahan dilakukan oleh Kepala Badan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sedangkan pengawasan pangan siap saji dilakukan oleh kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota.

Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan termasuk pangan olahan tertentu, bahan tambahan pangan, pangan produk rekayasa genetika, dan pangan iradiasi.

Adapun pangan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau diluar tempat usaha atas dasar pesanan.

“Bila terjadi pelanggaran akan diberikan sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; larangan mengedarkan untuk sementara waktu, dan/atau perintah untuk penarikan dari peredaran; pencabutan surat persetujuan pendaftaran/izin edar; dan/atau rekomendasi pencabutan sertifikat produksi pangan industri rumah tangga,” penjelasan Pasal 9 ayat 1 dan 2.

Dokter Andi Khomeini Takdir mengatakan Indonesia sedang mengalami pandemi manis. Mengonsumsi gula berlebihan dapat berakibat buruk bagi kesehatan. (Instagram/@dr_koko28)

Namun, menurut Dokter Andi, dalam pelaksanaannya, aturan tersebut masih sebatas imbauan. Dia memohon kepada Kementerian Kesehatan dan BPOM agar semakin ketat melakukan pengawasan terhadap produk-produk makanan dan minuman yang beredar di pasaran.

“Kita perlu menurunkan batas ambang gula harian, setidaknya hanya 25 gram per hari. Atau hanya 5 sendok teh. Ini akan menyelamatkan kesehatan jutaan orang Indonesia,” ucapnya.

Sebab, realitanya masih banyak produk makanan dan minuman yang tidak menyematkan label kandungan isi produk seperti yang tertera dalam Permenkes 30 Tahun 2013.

Trending topic Twitter pada 25-26 September 2022 terkait komplain konsumen karena rasa produk terlalu manis yang berujung somasi bisa menjadi contoh.

“Produsen dan konsumen harus diberikan pengetahuan soal dampak gula pasir terhadap kesehatan. Kita tentu tidak ingin meninggalkan satu komponen masyarakat dalam kondisi yang sakit,” Dokter Andi menuturkan.

“Bukan berarti melarang gula, tetapi memang harus dibatasi. Sehingga, manfaat gula tetap didapat dan risiko yang ditimbulkan bisa dihindari. Pandemi manis di Indonesia harus bisa diatasi,” tambahnya.

Anjuran Kemenkes

Kementerian kesehatan memberikan batasan terbaik untuk setiap individu mengonsumsi gula, garam, dan lemak. Berikut rinciannya:

  • Anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 10 persen dari total energi (200 kkal). Ini setara dengan 4 sendok makan gula per orang per hari atau 50 gram per orang per hari.

  • Anjuran konsumsi garam adalah 2000 mg natrium per orang per hari. Ini sama dengan 1 sendok teh garam per orang per hari atau 5 gram per orang per hari. 

  • Anjuran konsumsi lemak 20-25 persen dari total energi (702 kkal) per orang per hari. Sama dengan lemak 5 sendok makan per orang per hari atau 67 gram per orang per hari.

Mengonsumsi gula berlebihan memiliki banyak efek buruk bagi kesehatan. Antara lain, peningkatan berat badan, meningkatkan risiko mengalami diabetes dan tekanan darah tinggi, serta memperbesar potensi pikun dan penuaan dini.

“Diabetes mellitus adalah akar dari penyakit degeneratif karena gula membuat sel-sel menua lebih cepat. Untuk wanita, semakin banyak mengonsumsi minuman manis, semakin besar risiko mereka mengalami PCOS. Banyak yang infertil gara-gara itu,” kata Dokter Andi.

Konsumsi gula secara berlebihan dapat menimbulkan banyak penyakit, termasuk gangguan kehamilan pada perempuan. (Antara/Syifa Yulinnas)

Polycystic Ovarian Syndrome adalah gangguan hormon yang terjadi terhadap wanita pada usia subur.

“Titipkanlah ke kaum wanita di DPR untuk perjuangkan agar batas jumlah gula dalam produk minuman lebih diturunkan,” tambahnya.

Sedangkan kekurangan gula juga membuat tubuh lemas karena gula adalah sumber energi.

Begitupun garam. Melansir dari website Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, mengonsumsi garam berlebih akan meningkatkan jumlah natrium dalam sel dan mengganggu keseimbangan cairan.

Masuknya cairan ke dalam sel akan mengecilkan diameter pembuluh darah arteri sehingga jantung harus memompa darah lebih kuat yang berakibat meningkatnya tekanan darah.

“Peningkatan tekanan darah berpengaruh pada peningkatan kerja jantung, yang akhirnya akan meningkatkan risiko mengalami serangan jantung dan stroke,” tulis P2PTM.

Sementara, kekurangan garam dapat menyebabkan natrium dalam sel rendah, sehingga fungsi natrium untuk menahan cairan dalam sel terganggu. Maka, tubuh dapat mengalami dehidrasi dan kehilangan nafsu makan.

Olahraga secara teratur adalah salah satu cara untuk memaksimalkan fungsi asupan nutrisi ke tubuh, sehingga mengurangi risiko penyakit. (Pixabay)

Sama halnya dengan lemak. Mengonsumsi lemak jenuh di atas 10 persen dari energi total berisiko meningkatkan kadar LDL yang berperan membawa kolesterol ke pembuluh darah koroner. Pembuluh ini akan mengalami penyepitan dan dalam keadaan tertentu menyebabkan serangan jantung dan stroke.

“Jika konsumsi lemak kurang dapat menyebabkan gangguan penyakit pertumbuhan dan penurunan imunitas terhadap penyakit,” penjelasan P2PTM.

Bagaimanapun kesehatan adalah harta yang tak ternilai. Apa jadinya suatu negara, bila generasinya tidak sehat? Kesehatan raga berpengaruh besar terhadap jiwa seseorang, men sana in corpore sano. Tentu, cara membuat tubuh yang sehat berawal dari pola hidup yang sehat dengan nutrisi dan gizi seimbang serta rutin berolahraga.