Buat Apa Kapasitas Tempat Tidur Isolasi COVID-19 di Tambah Kalau Jakarta Tak Rem Darurat?
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Kasus COVID-19 di Jakarta kembali merangkak naik selama beberapa hari terakhir. Langkah pemerintah untuk menampung kasus saat ini dengan menambah keterisian tempat tidur isolasi di sejumlah tempat.

Sisanya, melanjutkan masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro dengan penguatan implementasi pengawasan dan penegakan hukum atas kepatuhan protokol kesehatan, ditambah percepatan sasaran vaksinasi. Yang mana, hal ini memang semestinya sudah harus dilakukan sejak awal.

Kenaikan kasus COVID-19 di Jakarta dan sekitarnya membuat RS Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran menambah 1.400 tempat tidur dengan memaksimalkan ruangan yang ada. 

Kini, keterisian tempat tidur menjadi 75,05 persen dengan total 7.394 tempat tidur. Sebelumnya, kapasitas tempat tidur nyaris penuh, yakni 92 persen dari total 5.994 tempat tidur.

"Hunian saat ini adalah 5.551, jadi cukup besar ini untuk perawatan di rumah sakit, ini menghuni 75,05 persen, ini sudah kita naikkan kapasitas tempat tidur hunian yang tadinya 5.994, saat ini kita menyiapkan tambahan 1.400 menjadi 7.394 tempat tidur," kata Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Mayjen TNI Tugas Ratmono, Rabu, 16 Juni.

Tapi, menurut Tugas, mau sebanyak apapun penambahan tempat tidur isolasi, jika tidak ada kebijakan pemerintah, khususnya Pemprov DKI dalam membatasi mobilitas warga dengan melakukan rem darurat atau menerapkan PSBB lagi, kapasitas tempat tidur akan kembali penuh.

"Kami masih punya 1.843 bed. Jadi kalau nambah 500 per hari, kita bisa hitung tinggal berapa hari lagi. Ini suatu kondisi yang betul-betul bagaimana kira rem di hulunya, sehingga penularan betul-betul bisa diputus," ujar dia.

Selain Wisma Atlet Kemayoran, pemerintah juga membuka satu tower di Wisma Atlet Pademangan sebanyak 1.572 tempat tidur. Kemudian, disiapkan tempat isolasi hingga 2.550 tempat tidur di Rumah Susun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara. Tapi, hal itu tetap tak cukup.

"Paling tidak ini akan menambah kapasitas, namun kapasitas ini pasti ada keterbatasan. Oleh kerena itu, sangat penting adalah bagaimana memutus rantai penularan di masyarakat," ungkap Tugas.

Sependapat, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Sonny Harry B. Harmadi mengaku para relawan atau duta perubahan perilaku sudah berupaya mengedukasi masyarakat. Tapi, rem darurat tetap diperlukan saat lonjakan kasus terjadi.

"Kami berupaya untuk memberikan pelayanan. Tetapi, upaya untuk mengerem laju sangat penting. Karena, pelayanan kesehatan sebaik apapun tidak mungkin melayani lonjakan yang drastis. Upaya untuk mengerem di hulu menjadi sangat penting," tutur Sonny.

DKI belum mau PSBB lagi

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menjelaskan alasan pihaknya belum ingin kembali menerapkan PSBB saat kasus COVID-19 di DKI kembali menanjak. 

Riza bilang, perpanjangan masa PPKM mikro di Jakarta sampai tanggal 28 Juni merupakan arahan dari Presiden Jokowi. Selain itu, Jokowi juga memberikan arahan khusus kepada jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) DKI terkait penanganan kasus dalam masa PPKM mikro.

"Kita sudah keluarkan PPKM dua minggu ke depan, jadi masih tetap seperti yang kemarin. Kemarin dipanggil Pak Presiden dan kami mengikuti arahan Pak Presiden," kata Riza.

Pertama, Jokowi meminta seluruh jajaran di DKI untuk meningkatkan implementasi penanganan COVID-19 di lapangan. 

Lalu, Jokowi memberikan arahan untuk meningkatkan penggunaan masker bagi warga yang berada di Ibu Kota. Harusnya, kepatuhan mengenakan masker di Jakarta mencapai 98 persen.

Selanjutnya, Jokowi memberi target agar DKI bisa melaksanakan vaksinasi COVID-19 hingga 7,5 juta sasaran pada bulan Agustus mendatang.

"Strateginya menghadirkan berapa banyak aparat, petugas yang pasti kita akan berupaya sehari agar mencapai 100 ribu yang di vaksin. Upaya kita tidak mudah, tapi dengan segala fasilitas, jajaran, kemampuan, insyallah kita bisa mencapai target tersebut," jelas Riza.