YOGYAKARTA - Asuransi syariah merupakan produk keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Rukun asuransi syariah tentunya penting dipahami di Indonesia ini khususnya bagi masyarakat yang hendak mengetahui lebih dalam tentang mekanisme dan manfaat asuransi syariah.
Di Indonesia sendiri, ada dua jenis asuransi, yaitu asuransi konvensional dan asuransi syariah. Asuransi syariah mempunyai karakteristik unik yang membuat masyarakat tertarik untuk berpegang teguh pada nilai-nilai Islam.
Pengertian Asuransi Syariah
Dikutip dari laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ojk.go.id, asuransi syariah adalah usaha tolong menolong dan saling melindungi di antara para peserta yang menerapkan operasional dan prinsip-prinsip hukumnya sesuai dengan syariat dalam agama Islam.
Dalam asuransi syariah, konsep saling tolong menolong dijadikan sebagai landasan utama. Inilah yang membedakan dengan asuransi konvensional yang seringkali mencampurkan unsur gharar (ketidakpastian) dan maisir (perjudian). Asuransi syariah dirancang untuk menghindari hal-hal tersebut.
Asuransi syariah memiliki konsep dasar dalam bentuk kerja sama antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi, di mana dana peserta akan dikelola oleh perusahaan asuransi untuk mendapatkan keuntungan, selanjutnya dibagi sesuai dengan kesepakatan.
Selain itu, ada ciri-ciri asuransi syariah yang membedakannya dengan asuransi konvensional dan menjadikannya pilihan menarik bagi mereka yang hendak menerima perlindungan keuangan yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam sebagai berikut.
- Berbasis syariah, semua akad dan transaksi dalam asuransi syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
- Konsep ini berbeda dengan asuransi konvensional yang lebih menekankan pada transfer risiko dari individu ke perusahaan asuransi.
- Konsep saling tolong menolong menjadi landasan dasar dalam asuransi syariah.
- Informasi terkait pengelolaan dana dan manfaat yang didapatkan harus transparan kepada peserta.
- Tidak gharar, dengan kata lain tidak ada ketidakpastian atau keraguan. Dalam asuransi syariah, objek yang diasuransikan harus jelas dan pasti, tidak mengandung unsur spekulasi atau ketidakjelasan.
- Tidak maisir, atau tidak bersifat perjudian atau untung-untungan. Asuransi syariah menghindari segala bentuk perjudian, sehingga tidak terdapat unsur untung-untungan dalam akad asuransi.
- Halal, semua kegiatan dalam asuransi syariah harus halal dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Dengan kata lain, investasi yang dilakukan dengan dana peserta harus pada instrumen yang halal dan tidak mengandung unsur haram.
- Setiap produk dan kegiatan asuransi syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas untuk memastikan bahwa semua produk dan kegiatan asuransi syariah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
- Jika peserta asuransi terlambat membayar premi, umumnya tidak dikenakan denda, melainkan hanya penundaan dalam menerima manfaat. Sedangkan asuransi konvensional seringkali mengenakan denda keterlambatan.
Rukun Asuransi Syariah
Rukun asuransi syariah adalah unsur-unsur yang harus ada dan dijalankan dalam setiap akad asuransi syariah. Jika rukun-rukun ini tidak terpenuhi, maka akad tersebut tidak sah secara syariah.
Di bawah ini adalah rukun asuransi syariah di Indonesia yang terdiri dari tiga unsur utama:
Aqid
Rukun asuransi syariah yang pertama yaitu aqid, pihak-pihak yang terlibat dalam akad asuransi, baik sebagai pihak yang mengusulkan akad (muqaddim) ataupun pihak yang menerima akad (muqaddam alaih).
Dalam konteks asuransi syariah, aqid umumnya terdiri dari peserta asuransi dan perusahaan asuransi. Agar transaksinya dianggap sah, pihak-pihak harus memenuhi syarat yang meliputi:
- Syarat pertama dan paling fundamental yaitu kedua belah pihak yang terlibat dalam akad harus beragama Islam. Sebab asuransi syariah merupakan produk keuangan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam.
- Aqid harus telah mencapai usia balig atau dewasa secara syariah. Hal ini menunjukkan bahwa aqid telah mempunyai kemampuan untuk memahami hak dan kewajibannya dalam akad.
- Aqid harus dalam keadaan merdeka dan tidak berada di bawah tekanan atau paksaan dari pihak lain.
- Aqid harus mempunyai akal sehat sehingga mampu memahami maksud dan tujuan dari akad yang dilakukan.
- Aqid harus memiliki hak milik atas objek yang diasuransikan. Hal ini berarti aqid mempunyai bukti kepemilikan yang sah atas objek tersebut.
- Aqid harus mempunyai kemampuan untuk melakukan akad, baik dari segi finansial ataupun pengetahuan. Dengan kata lain, aqid harus mampu membayar premi asuransi dan memahami isi akad yang ditandatangani.
- Akad asuransi harus dijalankan secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan atau tipu daya. Kedua belah pihak harus memahami dan menyetujui isi akad.
- Tujuan dari akad asuransi harus halal dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Contohnya, asuransi tidak dapat digunakan untuk tujuan yang merugikan orang lain atau melanggar hukum.
Ma'qud Alaih
Ma'qud alaih adalah objek atau manfaat yang menjadi dasar akad asuransi. Dalam asuransi syariah, ma'qud alaih pada umumnya berupa harta benda atau risiko yang diasuransikan atau menjadi tanggungan dalam sebuah perjanjian asuransi.
Agar sebuah objek dapat dijadikan sebagai ma'qud alaih dalam asuransi syariah, maka objek tersebut harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
- Objek yang diasuransikan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Contohnya, tidak boleh mengasuransikan benda-benda yang dilarang dalam Islam, seperti minuman keras atau narkotika.
- Objek yang menjadi ma'qud 'alaih harus berupa sesuatu yang nyata dan benar-benar ada. Tidak boleh berupa sesuatu yang abstrak, khayalan, atau belum ada. Misalnya, jika seseorang hendak mengasuransikan sebuah mobil, maka mobil tersebut harus benar-benar ada dan dapat disaksikan secara fisik.
- Objek yang diasuransikan harus dimiliki oleh pihak yang mengusulkan akad asuransi. Artinya, pihak tersebut harus mempunyai hak kepemilikan yang sah atas objek tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari sengketa kepemilikan di kemudian hari.
- Sifat dan jenis objek yang diasuransikan harus jelas dan dapat diidentifikasi dengan pasti. Tidak boleh ada keraguan atau ketidakjelasan mengenai objek yang diasuransikan. Hal ini penting untuk menghindari perselisihan dalam penentuan nilai ganti rugi jika terjadi risiko.
- Objek yang diasuransikan harus halal menurut syariat Islam. Artinya, objek tersebut tidak termasuk dalam kategori harta yang haram, misalnya hasil dari kegiatan yang dilarang dalam Islam, seperti: riba, perjudian, atau hasil kejahatan.
- Jika terjadi risiko, objek yang diasuransikan harus bisa diserahkan kepada pihak lain. Artinya, objek tersebut harus bersifat memungkinkan untuk dipindahkan kepemilikannya.
- Objek yang diasuransikan harus memberikan manfaat bagi pemiliknya. Manfaat ini dapat berupa manfaat langsung, misalnya penggunaan kendaraan untuk transportasi, atau manfaat tidak langsung, contohnya nilai investasi dari suatu properti.
BACA JUGA:
Ijab Kabul
Ijab kabul adalah pernyataan saling menerima antara kedua belah pihak yang terlibat dalam akad. Ijab merupakan pernyataan dari pihak yang mengusulkan akad, adapun kabul adalah pernyataan penerimaan dari pihak yang menerima akad.
Agar ijab kabul dalam akad asuransi syariah menjadi sah dan mengikat, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
- Pernyataan ijab dan kabul harus jelas dan tidak bersifat ambigu atau mengandung makna ganda. Kedua belah pihak harus memahami dengan pasti apa yang menjadi objek akad dan hak serta kewajiban masing-masing.
- Ijab dan kabul harus diucapkan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan akad. Contohnya, ijab harus diucapkan oleh pemilik objek yang diasuransikan, adapun kabul harus diucapkan oleh pihak yang mewakili perusahaan asuransi.
- Isi ijab dan kabul harus disesuaikan dengan rukun-rukun akad yang lain, yaitu aqid dan ma'qud 'alaih. Artinya, objek yang menjadi dasar akad harus sesuai dengan apa yang sebelumnya sudah disepakati.
- Ijab dan kabul harus secara sukarela dilakukan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak mana pun. Kedua belah pihak harus menyepakati akad tersebut dengan kesadaran penuh.
- Ijab dan kabul harus diucapkan secara bersamaan atau dalam waktu yang berdekatan. Tidak boleh ada jeda waktu yang terlalu lama antara ijab dan kabul.
- Sighat adalah lafaz atau kalimat yang digunakan untuk menyatakan ijab dan kabul. Sighat yang digunakan haruslah sighat yang sahih menurut kaidah bahasa Arab dan syariah.
Demikianlah ulasan tentang rukun asuransi Syariah dan penjelasan teknisnya. Semoga bermanfaat. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.