BKSDA Selidiki Kematian Gajah di Aceh Barat
Anak gajah sumatra (elephas maximus sumatranus) berjenis kelamin betina berusia lima tahun ditemukan mati oleh warga lokal di bantaran Sungai Krueng Lancong, Kecamatan Sungai Mas, Aceh Barat, Selasa (19/12/2023). ANTARA/HO/Warga.

Bagikan:

BANDA ACEH - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Gunawan Alza mengatakan sudah menurunkan tim untuk menyelidiki penyebab kematian gajah di Sungai Mas Kabupaten Aceh Barat.

"Kami sudah siapkan tim bersama dokter hewan untuk mengecek dan baru kemarin sore meluncur ke lokasi," kata Gunawan Alza, di Banda Aceh, dilansir ANTARA, Rabu, 20 Desember.

Sebelumnya, anak gajah sumatra (elephas maximus sumatranus) berjenis kelamin betina berusia lima tahun ditemukan mati oleh warga di bantaran Sungai Krueng Lancong, Kecamatan Sungai Mas, Aceh Barat, Selasa (19/12).

Anak gajah itu ditemukan dalam kondisi tergeletak di pinggir sungai. Diduga kematiannya sudah lama karena kulit pada bagian belalai, kedua kaki depan, hingga tubuh sudah banyak terkelupas.

Gunawan mengaku belum mengetahui pasti kronologi kematian satwa dilindungi tersebut. Dirinya masih menunggu laporan dari tim yang ke lokasi.

"Untuk kronologinya kita sedang menunggu laporan dari tim yang ke lokasi," ujarnya.

Sebagai informasi, interaksi negatif manusia dan gajah sumatra dalam catatan BKSDA makin masif mencapai 583 kejadian dalam lima tahun terakhir, adapun sepanjang Januari-Oktober 2023 jumlahnya tercatat sebanyak 85 kejadian. 

Dari jumlah itu, kejadian interaksi negatif manusia dan gajah paling sering terjadi di Pidie terdapat 145 kejadian, disusul Aceh Jaya 86 kejadian, Aceh Timur 67 kejadian dan Aceh Barat 33 kejadian.

Untuk mengatasi konflik manusia dan gajah yang semakin masif karena perebutan ruang hidup, BKSDA Aceh telah melakukan berbagai upaya di antaranya pemasangan kalung GPS Collar sebagai sistem peringatan dini (early warning system) pada 18 perwakilan kelompok gajah liar.

Kemudian, memasang 27.700 meter parit dan 61.380 meter pagar kejut (power fencing) sejak 2015 sampai dengan Mei 2023 di beberapa wilayah koridor satwa liar lindung yakni di Aceh Timur, Aceh Selatan-Subulussalam, Aceh Jaya, Bener Meriah, Pidie, Aceh Tengah, Bireuen, dan Aceh Barat.