Jaksa Agung Jamin Jaga Marwah Kejaksaan Agar Tak Jadi Alat Politik di Pemilu 2024
Jaksa Agung ST Burhanuddin/DOK FOTO ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjamin netralitas Kejaksaan dengan menjaga marwah institusi agar tidak dijadikan sebagai alat kepentingan politik praktis di Pemilu 2024 mendatang.

Hal itu disampaikan Jaksa Agung dalam rapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16 November.

Jaksa Agung mulanya membacakan agenda rapat institusinya dengan DPR untuk membahas tiga hal pokok. Pertama, Komisi III DPR meminta penjelasan jaksa agung terkait dengan pola koordinasi forum sentra penegakan hukum terpadu atau gakkumdu dalam penanganan perkara tindak pidana pemilu dengan menjaga netralitas dan profesionalitas personel kejaksaan.

"Sebagaimana kita ketahui bersama, proses penanganan perkara tindak pidana pemilu dilaksanakan oleh sentra gakkumdu," ujar Jaksa Agung di ruang Komisi III DPR, Kamis, 16 November.

Jaksa Agung mengatakan, Kejaksaan berkolaborasi dengan Bawaslu dan Polri, sebagai bentuk pelaksanaan amanat pasal 486 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.

"Secara ringkas, pola koordinasi yang dilakukan kejaksaan pada sentra gakkumdu dengan pembahasan bersama untuk menyamakan persepsi dalam sistem gakkumdu dalam setiap tahapan," jelasnya.

Pola itu, lanjutnya, diatur dalam bab 4 peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2023 tentang sentra penegakan hukum terpadu pemilu yang terdiri 8 tahapan, yakni kajian pelanggaran pemilu, penyelidikan, rapat pleno pengawas pemilu, penerusan, penyidikan, praperadilan, penuntutan dan pelaksanaan putusan.

Sanitiar menjelaskan, hal baru dalam pola koordinasi penanganan perkara pemilu yaitu jaksa memiliki tugas dan kewajiban untuk melakukan pemantauan penuntutan dengan melaporkan secara tertulis setiap kegiatan penuntutan kepada sentra gakkumdu.

Pelaporan juga disampaikan dalam setiap tahap pembahasan yang diikuti sentra gakkumdu dalam rangka pelaksanaan legitimasi kejaksaan untuk menjaga netralitas guna mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan pemilu serentak 2024.

"Kendala dalam penanganan perkara tindak pidana pemilu masih kerap terjadi, khususnya terhadap delik yang diancam pidana penjara di bawah 5 tahun yang tidak dapat dilakukan penahanan," jelasnya.

"Sehingga, seringkali dari celah hukum yang dimanfaatkan oleh pelaku untuk menghindari jerat hukum dengan cara mengulur waktu proses penanganan perkara tindak pidana pemilu karena dianggap lewat waktu atau kadaluarsa, tambah Jaksa Agung.

Jaksa Agung berharap, pola koordinasi check and balances itu menciptakan kesepahaman sehingga penanganan perkara tindak pidana pemilu dapat dilaksanakan lebih cepat, tepat guna menjaga prinsip netralitas dalam penanganannya.

Sementara dalam penegakan hukum terkait dengan penanganan tindak pidana pemilu, Jaksa Agung memerintahkan kepada jajaran tindak pidana khusus dan jajaran intelijen untuk menunda proses pemeriksaan, baik dalam setiap tahap penyelidikan maupun penyidikan terhadap penanganan laporan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan para peserta dalam kontestasi pemilu sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesai rangkaian penyelenggaraan pemilu.

Di samping itu, jajaran kejaksaan akan selalu siap melakukan koordinasi seluruh pemangku kepentingan terkait dengan pelaksanana pemilihan umum serentak tahun 2024.

"Kami memastikan netralitas semua jajaran kejaksaan dengan menjaga marwah penegakan hukum untuk tidak digunakan sebagai alat kepentingan atau politik praktis bagi kelompok manapun yang akan mempengaruhi dan mengganggu terselenggaranya pemilihan umum serentak 2024," pungkasnya.