Heran Bakal Dipanggil Pimpinan PKB, Gus Yaqut: Kesalahannya di Mana?
Menteri Agama (Menag) sekaligus Ketua DPP PKB, Yaqut Cholis Qoumas. (Nailin-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Agama (Menag) sekaligus Ketua DPP PKB, Yaqut Cholis Qoumas heran mendengar kabar adanya pemanggilan dari pimpinan partai terkait pernyataannya yang meminta masyarakat agar tak memilih pemimpin berdasarkan tampang dan janji-janji manis. Serta menyinggung penggunaan agama dalam politik seperti Pilgub DKI 2017 dan Pilpres 2019.

Yaqut mengaku belum mengetahui informasi ataupun menerima surat pemanggilan tersebut.

"Nggak tahu. Saya salah satu ketua di DPP PKB. Nggak tahu apakah sudah direvisi atau belum, saya nggak tahu. Tapi kalau soal apakah dipanggil, saya belum dapat surat panggilan sampai sekarang," ujar Yaqut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Oktober.

Yaqut pun mempertanyakan siapa pimpinan PKB yang berhak memanggilnya. Jika dewan syuro, dia mengaku akan taat. Apabila pengurus, dia pun juga merupakan salah satu pengurus DPP PKB.

"Tunggu, dipanggil siapa dulu. Karena PKB banyak loh, yang manggil siapa dulu? Kalau syuro ya saya ini taat kepada kiai," ucap Yaqut.

"(Pengurus) Pengurus mana dulu? Siapa yang berhak. Saya ini salah satu pengurus," imbuhnya.

Ketum PP GP Ansor itu pun menegaskan, bahwa soal sanksi terhadap kader diatur dalam AD/ART partai. Karenanya, dia mempertanyakan di mana letak kesalahan terkait ajakan kepada masyarakat agar memilih pemimpin yang baik.

"Kan ada AD/ART-nya, PKB itu ada AD/ART-nya, partai itu ada AD/ART-nya mau nyanksi orang, kader, gitu-gitu itu ada peraturannya, kesalahannya di mana gitu ya kalau saya mengajak masyarakat untuk rasional, mengajak rakyat untuk memilih," kata Yaqut.

Sebelumnya, Menag Yaqut mengingatkan umat Buddha agar jangan memilih pemimpin secara asal-asalan di Pilpres 2024. Dia mengatakan, umat beragama seharusnya menyadari bahwa pemilu hanyalah mekanisme untuk menemukan siapa yang akan memimpin Indonesia.

Menurutnya, agama dengan politik tidak dapat dipisahkan namun juga tidak boleh digunakan sebagai alat politik untuk memenuhi nafsu kekuasaan.

"Jangan karena bicaranya enak, mulutnya manis, mukanya ganteng itu dipilih. Jangan asal begitu, harus dilihat dulu track record-nya bagus, syukur mukanya ganteng, syukur bicaranya manis, itu dipilih," kata Yaqut saat menghadiri acara doa bersama Wahana Nagara Rahaja di Hotel Alila, Solo, Jawa Tengah, Sabtu, 30 September.

"Kita masih ingat, ada penggunaan agama secara tidak baik dalam politik beberapa waktu yang lalu, waktu pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan Pemilihan Presiden," lanjutnya.