Jelang Ramadan Harga Cabai Naik, Pedagang di Pasar Induk Kramat Jati Kaitkan Erupsi Gunung Merapi
Pedagang cabai di Pasar Kramat Jati/ Foto: IST

Bagikan:

JAKARTA - Harga cabai rawit merah masih terus merangkak naik di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Kenaikan harga ini sudah terjadi sejak 3 hari lalu, harga cabai rawit merah tembus mencapai Rp75 ribu per kilogram.

Kenaikan harga dikarenakan kurangnya pasokan akibat gagal panen dampak erupsi Gunung Merapi. Kenaikan harga cabai rawit merah itu berimbas kepada sejumlah pedagang kecil karena mereka terpaksa menjual dengan harga Rp85 ribu ke para konsumen.

Pedagang di pasar induk Kramat Jati, Arul mengatakan, kenaikan harga cabai rawit merah karena faktor gagal panen dan adanya erupsi Gunung Merapi sehingga banyak petani yang gagal panen.

"Satu kilogram Rp75 ribu di Pasar Induk, harga normalnya diangka Rp50-Rp55 ribu. Faktornya akibat gagal panen dan erupsi gunung jadi banyak petani gagal panen. Hampir 50 persen gagal panen di Jawa Tengah," kata Arul, pedagang cabai rawit merah, Selasa, 14 Maret.

Gagal panen cabai rawit merah juga berimbas kepada terbatasnya pasokan dari para petani di Jawa Tengah ke Jakarta. Kenaikan harga ini tentunya membuat para pembeli menjerit. Terlebih, saat ini hendak memasuki bulan Ramadhan.

Seperti diketahui, para pedagang eceran yang sebelumnya membeli cabai rawit merah seharga Rp55 ribu perkilogram, kini terpaksa membeli seharga Rp75 ribu perkilogram.

Kenaikan harga cabai rawit merah karena pasokan sedikit dan kebutuhan konsumen terus meningkat sehingga harga semakin mahal.

"Biasanya momen mau Ramadan dan lebaran, biasanya tidak ada efeknya di pasar besar. Kecuali di pasar kecil. Di tahun ini momennya karena gagal panen," katanya.

Sementara harga bawang merah juga alami kenaikan, dari sebelumnya Rp25 ribu per kilogram menjadi Rp35 ribu.

"Karena faktor gagal panen kalau bawang merah sehingga mahal. Pengepul harus cari ke daerah lain dengan harga tinggi, dengan biaya transportasi lebih mahal lagi. Makanya mahal," ujarnya.

Arul berharap harga-harga tersebut dapat segera dikendalikan pemerintah karena menyulitkan masyarakat.

"Pedagang tradisional mengeluh, tapi kan kebutuhan konsumen utama. Mereka membutuhkan karena itu kebutuhan. Inginnya pedagang, harga stabil aja, agar terjangkau para pembeli. Karena sekarang ekonomi lagi sulit," katanya.