PKS: Kemenag Tak Harus Cabut Izin Ponpes, Tapi Pelakunya yang Dihukum Berat
Bukhori Yusuf/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS Bukhori Yusuf, menyoroti pencabutan izin pondok pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur, oleh Kementerian Agama ( Kemenag). Pencabutan itu imbas menghalang-halangi polisi saat hendak menangkap tersangka pencabulan santriwati, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42). 

Menurut Bukhori, Kemenag tidak perlu sampai mencabut izin atau membubarkan pondok pesantren tersebut.

"Tidak harus dicabut izin dan dibubarkan," ujar Bukhori kepada wartawan, Jumat, 8 Juli.

Kemenag, lanjutnya, mestinya mengevaluasi proses pendidikan di pondok pesantren asuhan Kiai Haji Muhammad Mukhtar Mukthi alias Kiai Tar itu. Menurut Bukhori, Kemenag harusnya juga lebih fokus pada penyelamatan para santri dan santriwati.

"Yang perlu diselamatkan adalah para peserta didik dan proses pendidikannya," katanya. 

Meski tak setuju izin ponpes dicabut, Namun Bukhori mendesak agar penegak hukum memberikan hukuman berat kepada Bechi. 

"Pelakunya (Mas Bechi) harusnya yang dihukum berat," pungkas Ketua DPP PKS itu.

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pondok Pesantren Majma’al Bahroin Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah atau yang lebih dikenal dengan Pondok Pesantren Shiddiqiyah di Jombang, Jawa Timur. 

Pencabutan operasional itu merupakan akibat dari pencabulan santriwati oleh Mochammad Subchi Azal Tsani alias Bechi yang merupakan putra dari pemimpin pesantren, yaitu Kiai Haji Muhammad Mukhtar Mukthi alias Kiai Tar.

"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono, dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Juli.

Pihak Pondok Pesantren Shiddiqiyah terus menghalangi aparat kepolisian untuk menangkap Bechi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Waryono mengatakan, tindakan pihak pesantren tersebut merupakan bentuk menghalang-halangi proses penegakan hukum. Nomor statistik dan tanda daftar pesantren pun telah dibekukan oleh Kementerian Agama.