ACEH - Beberapa waktu lalu Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap empat modus korupsi yang menjadi favorit dan paling sering digunakan oleh para pencuri berdasi dalam tindak pidana korupsi di Indonesia pada tahun 2021.
"Ada empat modus kasus korupsi yang paling banyak muncul di tahun 2021. Pertama, penyalahgunaan anggaran menjadi modus yang paling banyak dilakukan oleh para pelaku korupsi. Kedua adalah kegiatan atau proyek fiktif. Yang ketiga, modusnya adalah penggelapan uang. Lalu yang keempat, adalah penggelembungan harga (mark up)," terang peneliti ICW, Lalola Easter, dalam presentasi Peluncuran Laporan Tren Penindakan Korupsi Tahun 2021 ICW via YouTube Sahabat ICW, Senin, 18 April, seperti dikutip VOI dari Antara.
BACA JUGA:
Sektor Penerapan Modus Korupsi
Empat modus tersebut menjadi yang paling sering ditemukan dalam kasus korupsi yang berhubungan dengan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan anggaran pemerintah.
“Kedua sektor ini memang dari tahun ke tahun konsisten menjadi titik yang paling rawan terjadi korupsi atau menjadi sektor yang paling banyak ditindak oleh aparat penegak hukum terkait dengan penindakan kasus korupsi,” terangnya.
Meskipun demikian, lanjut Lalola, temuan ICW itu belum merepresentasikan secara penuh terkait keadaan yang sebenarnya sebab adanya keterbatasan dalam melakukan pemantauan.
Dia menerangkan, modus-modus temuan ICW itu didapatkan berdasarkan pemantauan terhadap berbagai pemberitaan dan situs web resmi milik institusi penegak hukum, yaitu Kejaksaan RI, Kepolisian RI, dan KPK yang memiliki informasi representatif.
Namun, menurut Lalola, tidak semua institusi, terutama Kejaksaan dan Kepolisian di tingkat daerah menghadirkan sumber informasi yang representatif kepada publik.
Modus Korupsi Manipulasi Saham
Selanjutnya, Lalola juga menyampaikan terkait dengan modus korupsi terbaru yang perlu diwaspadai oleh institusi penegak hukum. Pertama kali, ICW menemukan modus tersebut pada tahun 2020, yakni modus manipulasi saham.
"Ini adalah salah satu modus yang muncul karena dua kasus yang menarik perhatian publik. Dua kasus itu memiliki potensi kerugian negara yang cukup besar dan melibatkan institusi yang penting. Di tahun 2020, ada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, kemudian di tahun 2021 ada kasus korupsi PT Asabri. Bahkan, di kasus Asabri ada potensi kerugian negara mencapai Rp22,78 triliun," jelas Lalola.
Dalam perkembangan modus itu, ia mengatakan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menemukan transaksi mencurigakan, yakni transaksi menggunakan mata uang kripto.
“Ini menjadi poin yang belum banyak dibicarakan. Akan tetapi, saat melihat perkembangan mata uang kripto ini sangat pesat di beberapa tahun belakang, tentu ini patut menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum ataupun otoritas keuangan dan perbankan. Mereka harus mewaspadai bahwa mata uang kripto bisa menjadi semacam bentuk baru menukarkan hasil kejahatan korupsi,” ujar Lalola.
Untuk mengatasi persoalan modus baru tersebut, ICW mendorong aparat penegak hukum agar meningkatkan kapasitasnya dalam mengikuti perubahan modus dan bentuk transaksi yang berpotensi berujung pada kejahatan, baik itu korupsi, pencucian uang, maupun pengelabuan pajak.
Artikel ini telah tayang dengan judul 4 Modus Favorit Koruptor kalau Mau Maling Anggaran Negara.
Selain modus korupsi, ikuti berita Aceh terkini. Klik link tersebut untuk berita paling update wilayah Aceh.